BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Bangsa Indonesia merdeka setelah proklamasi pada
tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan
ialah terbebasnya suatu bangsa dari belenggu penjajahan. Bangsa yang sudah merdeka
dapat leluasa mengatur laju bangsa dan pemerintahan untuk mencapai tujuannya. Benarkah demikian?
Kemerdekaan tidak sepenuhnya
menyelesaikan berbagai persoalan negara. Kemerdekaan politik sesudah
masa penjajahan oleh pemerintah Jepang dan Belanda itu
lebih mudah dicapai dibandingkan dengan rekonstruksi kultural masyarakat dan renovasi system pendidikan kita, khususnya pendidikan Islam.
Seiring dengan perkembangan zaman, persoalan yang
dihadapi pun semakin bertambah seperti sistem pendidikan yang sesuai dengan tujuan, visi dan misi negara itu. Masuknya
pemikiran-pemikiran barat yang
secara tidak langsung meracuni
pemikiran-pemikiran Islam dan berbagai krisis yang melanda
negeri ini menjadi bagian dari polemik dunia pendidikan
khususnya pendidikan Islam saat ini
B. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari
pembahasan ini ialah untuk memenuhi tugas yang dipercayakanoleh dosen
pembimbing kepada kami, selanjudnya tujuanya pembahasan ini juga agar kita
mengetahui tentang sejarah pendidikan Islam di Indonesia, berupa kebijakan yang
telah dilakukan oleh pemerintah pada awal kemerdekan dan di khususkan pada masa
Orde baru yaitu tahun (1966-1998)
C. Metode Penulisan
Makalah
ini ditulis dalam tiga bab, Bab pertama berisi pendahuluan, kemudian Bab kedua
berisi pembahasan yang dibahasa yakni Sejarah Pendidikan Islam pada masa
Kemerdekaan Indonesia dan di khususkan pada masa Orde baru, dan selanjudnya
pada Bab ke tiga berisi kesimpulan sekaligus penutup dari pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Sejak ditumpasnya peristiwa G30 S/PKI pada tanggal 30 Oktober 1965,
bangsa Indonesia telah memasuki fase baru yang dinamakan Orde Baru.
Orde baru adalah :
1) Sikap mental yang positif
untuk menghentikan dan mengoreksi segala penyelewengan terhadap Pancasila dari
UUD 1945.
2) Memperjuangkan adanya masyarakat
yang adil dan makmur, baik material dan spiritual melalui pembangunan.
3)
Sikap mental mengabdi kepada kepentingan rakyat dan
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dengan demikian, orde baru
bukan merupakan golongan tertentu, sebab orde baru bukan berupa penyelewengan
fisik. Perubahan orde lama (sebelum 30 September 1965) ke orde baru berlangsung
melalui kerja sama erat antara pihak ABRI atau tentara dan gerakan-gerakan
pemuda yang disebut angkatan 1966. Para pemuda itu bergabung dalam KAMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia).
Dalam KAMI yang memegang peranan penting khususnya adalah Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) yang amat kuat serta mempunyai hubungan yang tidak resmi dan
organisasi Islam lainnya. Pada tahun 1966, mahasiswa memulai melakukan
demonstrasi memprotes segala macam penyalahgunaan kekuasaan, harga yang
meningkat dan korupsi yang merajalela. Protes itu berkembang dan berhulu protes
terhadap Soekarno. Akhirnya pada tahun itu juga Soekarno didesak untuk
menandatangani surat
yang memerintahkan Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan guna keselamatan dan
stabilitas negara serta pemerintah.[1]
Dalam Pasal 4 TAP MPRS
No.XXVII/MPRS/1966 tersebut selanjutnya disebutkan tentang isi pendidikan, di
mana untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan, maka isi pendidikan adalah :
1)
Mempertinggi mental,
moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama.
2) Mempertinggi kecerdasan dan
ketrampilan
3)
Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.
Pendidikan pada hakikatnya
adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan
di luar sekolah berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya agar pendidikan dapat
dimiliki oleh sebuah rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.
Menurut UU Nomor 2 tahun 1989
tersebut, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dari undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional ini, mengusahakan :
1)
Membentuk manusia
Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya yang mampu
mandiri.
2)
Pemberian dukungan bagi
perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam
ketahanan nasional yang tangguh, yang mengandung terwujudnya kemampuan bangsa
menangkal setiap ajaran, paham dan idiologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Dengan landasan demikian, sistem pendidikan nasional dilaksanakan
secara swasta, menyeluruh dan terpadu. Semesta dalam arti terbuka bagi seluruh
rakyat, dan berlaku di seluruh wilayah negara, menyeluruh dalam arti mencakup
semua jalur. Jenjang dan jenis pendidikan, dan terpadu dalam arti adanya saling
keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan
nasional.
B.
Sistem Pendidikan Pada masa Orde Lama dan Baru
Di tengah berkobarnya revolusi
fisik, pemerintah Indonesia
tetap membina pendidikan agama. Pembinaan agama tersebut secara formal
institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Oleh karena itu, dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama
antara kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di
sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta.
Maka sejak itulah terjadi
semacam dualisme pendidikan di Indonesia,
yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Di satu pihak Departemen Agama
mengelola semua jenis pendidikan agama baik di sekolah-sekolah agama maupun di
sekolah-sekolah umum. Keadaan seperti ini sempat dipertentangkan oleh
pihak-pihak tertentu yang tidak senang dengan adanya pendidikan agama, terutama
golongan komunis, sehingga ada kesan seakan-akan pendidikan agama khususnya
Islam, terpisah dari pendidikan.
Pendidikan agama diatur secara
khusus dalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu :[2]
1) Dalam sekolah-sekolah negeri
diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan
mengikuti pelajaran tersebut.
2)
Cara penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah-sekolah
negeri di atur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
Dalam hubungan ini kementrian
agama juga telah merencanakan rencana-rencana program pendidikan yang akan
dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam
sebagai berikut :[3]
1) Pesantren klasik, semacam
sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin
memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada
pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.
2) Madrasah diniyah, yaitu
sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri
yang berusia 7 sampai 20 tahun.
3) Madrasah-madrasah swasta,
yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan pengajaran
agama juga diberikan pelajaran-pelajaran umum.
4) Madrasah Ibtidaiyah Negeri
(MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di mana perbandingan umum
kira-kira 1:2.
5) Suatu percobaan baru telah
ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan menambahkan
kursus selama 2 tahun, yang memberikan latihan ketrampilan sederhana.
6)
Pendidikan teologi agama
tertinggi. Pada tingkat universitas diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN
ini dimulai dengan dua bagian / dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di
Jakarta.
Pada
era orde lama, pengaturan dua sistem pendidikan ini kemudian diupayakan untuk
dihapus. Paling tidak ada tiga usaha yang
dilakukan yaitu:
1) Memasukkan pendidikan Islam ke
dalam kurikulum pendidikan umum di sekolah negeri maupun swasta melalui
pelajaran agama.
2) Memasukkan ilmu pengetahuan
umum ke dalam kurikulum pendidikan di madrasah.
3)
Mendirikan sekolah pendidikan guru agama (PGA) untuk
memproduksi guru agama bagi sekolah umum maupun madrasah.
Pada awal pemerintahan orde
baru, pendekatan legal formal dijalankan tidak memberikan dukungan pada
madrasah. Tahun 1972 Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden
(Keppres) No. 34 tahun 1972 dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 15 tahun 1974
yang mengatur madrasah di bawah pengelolaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) yang sebelumnya dikelola oleh Menteri Agama.[4]
Ringkasnya bahwa
ditinjau dari segi falsafah negara Pancasila dari konstitusi UUD 1945, dan dari
keputusan-keputusan MPR tentang GBHN, maka kehidupan beragama dalam pendidikan
agama di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1945 sampai
berakhirnya Pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang Tahap 1 dan memasuki PJP II
semakin mantap.
Begitu juga
teknik pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum mengalami
perubahan-perubahan tertentu, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi serta perubahan sistem proses belajar mengajar, misalnya tentang
materi pendidikan agama diadakan pengintegrasian dan pengelompokan, yang
tampaknya lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu.
BAB III
KESIMPULAN
Sebagaimana dikemukakan diatas
MPRS pada tahun 1966 telah bersidang. Pada waktu itu sedang dilakukan
upaya untuk membersihkan sisa-sisa mental G 30 S/ PKI. Dalam keputusannya
bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuan. Dengan demikian sejak tahun
1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai dari Sekolah Dasar sampai
Perguruan Umum Negeri di seluruh Indonesia.
Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar
pada bangsa Indonesia, baik menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik.
Periode ini disebut zaman Orde Baru dan zaman munculnya angkatan baru yang
disebut angkatan 66. pemerintah Orde Baru bertekad sepenuhnya untuk kembali
kepada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Pemerintah dan
rakyat membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Berdasarkan tekad dan semangat tersebut, kehidupan beragama dan pendidikan
agama khususnya, makin memperoleh tempat yang kuat dalam struktur organisasi
pemerintahan dan dalam masyarakat pada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar