- A. Pendahuluan
Perlu diketahui bersama, sisi gelap dalam pola pendidikan yang
dirumuskan oleh Amerika dan Eropa yaitu minimnya muatan nilai ruhiyah,
dan lebih mengedepankan logika materialisme serta memisahkan antara
agama dengan kehidupan yang dalam hal ini sering disebut paham
Sekulerisme. Implikasi yang bisa dirasakan namun jarang disadari adalah
adanya degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa. Banyak kasus buruk
dunia pendidikan yang mencuat dipermukaan dimuat oleh beberapa media
massa cukup meresahkan semua pihak yang peduli terhadap masa depan
pendidikan bangsa yang lebih baik.
Periode klasik merupakan masa gemilang (
the golden age) bagi
umat Islam. Pada masa tersebut umat Islam berhasil dalam berbagai aspek
kehidupan. Agama Islam memberikan motivasi yang sangat jelas agar
pemeluknya berkarya untuk mencapai kemajuan dan kejayaan. Kemajuan dan
kejayaan tersebut tidak mungkin bisa tercapai tanpa ilmu pengetahuan.
Sedangkan ilmu pengetahuan tidak mungkin bisa diperoleh tanpa proses
pendidikan.
Dalam proses pendidikan ini, menurut catatan sejarah, ketika Islam
baru lahir di kota Mekkah, keadaan masyarakat Arab masih banyak sekali
yang buta huruf. Bilangan yang mampu menulis dan membaca masih terlalu
sedikit yakni sekitar 17 orang. Melihat kondisi masyarakat Arab
tersebut, Islam memberikan dorongan yang sangat urgen untuk mengadakan
reformasi dalam bidang pendidikan.
Reformasi yang dimaksudkan adalah perubahan sistem Jahiliyah kepada
masyarakat Islam yang beradab. Masyarakat Arab mempunyai peradaban dan
kebudayaan yang sangat tinggi setelah mereka mengambil Islam sebagai
way of life
dalam sistem kehidupan mereka. Dengan demikian, mereka memperoleh
kejayaan dan kemajuan dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Proses
terjadinya reformasi yang menyebabkan kemajuan tersebut tidak pernah
lepas dari usaha keras dan kuat, pantang menyerah dan selalu
berorientasi ke depan. Salah satu usaha tersebut adalah berlangsungnya
proses pendidikan yang sangat baik yang pernah dilakukan dan ditanamkan
oleh Rasulullah.
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal terkait dengan konsep
pendidikan Islam pada masa Rasulullah baik itu pada periode Makkah
maupun pada periode Madinah.
- B. Model Pendidikan Islam Masa Rasulullah
Sejarah pendidikan Islam pada hakekatnya tidak terlepas dari sejarah Islam. Sejarah, dalam bahasa Arab disebut
tarikh yang berarti keterangan yang telah terjadi di kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada.
[1]
Sejarah mengungkapkan peristiwa-peristiwa masa silam, baik peristiwa
sosial, politik, ekonomi, maupun agama dan budaya dari suatu bangsa,
negara atau dunia.
Sejarah pendidikan Islam memberikan arah kemajuan yang pernah dialami
dan dinamismenya sehingga pembangunan dan pengembangan itu tetap berada
dalam kerangka pandangan yang utuh dan mendasar. Sejarah bukanlah
peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu, dan
pengertian mengenai hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin
seluruh bagian serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.
[2] Secara garis besar, Harun Nasution membagi sejarah Islam dalam tiga perriode, yaitu periode klasik, pertengahan dan modern.
[3] Dan masa hidupnya Nabi Muhammad Saw (571-632 M), merupakan periode pembinaan pendidikan Islam.
Pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam pada zaman Nabi tersebut dapat
dibedakan menjadi 2 tahap, baik dari segi waktu dan tempat
penyelenggaraan, maupun dari segi isi dan materi pendidikannya, yaitu :
(1) tahap/fase Makkah, sebagai awal pembinaan pendidikan Islam, dengan
Makkah sebagai pusat kegiatannya, (2) tahap/fase Madinah, sebagai fase
lanjutan pembinaan/pendidikan Islam dengan Madinah sebagai pusat
kegiatannya.
[4]
- Pelaksanaan Pendidikan Islam di Makkah
Nabi Muhamad SAW adalah orang yang teguh mempertahankan tradisi Nabi
Ibrahim, tabah dalam mencari kebenaran hakki, menjatuhkan diri dari
keramaian dan sikap hedonisme dengan berkontemplasi
(ber-tahannus)
di Gua Hira. Pada tanggal 17 Ramandhan turunlah wahyu Allah yang
pertama, surat al-Alag Ayat 1-5 sebagai fase pendidikan Islam Makkah.
Pendidikan Islam terjadi sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul
Allah di Makkah dan beliau sendiri sebagai gurunya. Nabi Muhammad SAW
menerima wahyu yang pertama di Gua Hira di Makkah pada tahun 610 M.dalam
wahyu itu termaktub ayat al-qur’an yang artinya:
“Bacalah (ya
Muhammad) dengan nama tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam). Dia
menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu maha
pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa
yang belum diketahuinya.
[5]
Pendidikan Islam mulai dilaksanakan Rasulullah setelah mendapat
perintah dari Allah agar beliau menyeru kepada Allah, sebagaimana yang
termaktub dalam A-Qur’an surat Al-Mudatstsir ayat 1–7. Dalam surat
Al-Mudatstsir ini bahwa ” bangun (menyeru)” berarti mengajak dan
mengajak berarti mendidik.
[6] Adapun Bahan/materi pendidikan tersebut diturunkan secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit.
Setelah banyak orang memeluk Islam, lalu Nabi menyediakan rumah Al-
Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan sahabat-sahabat dan
pengikut-pengikutnya.
[7]
di tempat itulah pendidikan Islam pertama dalam sejarah pendidikan
Islam.disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama
Islam kepada sahabat-sahabatnya dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat)
alqur’an kepada para pengikutnya serta Nabi menerima tamu dan
orang-orang yang hendak memeluk agama Islam atau menanyakan hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam. Bahkan disanalah Nabi beribadah
(sholat) bersama sahabat-sahabatnya.
[8]
Dalam masa pembinaan pendidikan agama Islam di Makkah Nabi Muhammad
juga mengajarkan al Qur’an karena al-Qur’an merupakan inti sari dan
sumber pokok ajaran Islam. Disamping itu Nabi Muhamad SAW, mengajarkan
tauhid kepada umatnya.
[9]
Intinya pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah
ialah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia,
supaya mempergunakan akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia,
hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta seagai anjuran pendidikan
‘aqliyah dan
ilmiyah.
Pembinaan pendidikan Islam pada masa Makkah meliputi:
a) Pendidikan Keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama selain-Nya.
b) Pendidikan Aqliyah dan Ilmiah, Yaitu mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
c) Pendidikan akhlak dan budi pekerti, yaitu Nabi Muhammad SAW
mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran
tauhid.
d) Pendidikan jasmani atau kesehatan, yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman.
[10]
Secara lebih sederhana, Pendidikan Islam yang dilakukan Nabi Muhammad di Makkah merupakan
prototype
yang bertujuan untuk membina pribadi Muslim agar menjadi kader yang
berjiwa kuat dan dipersiapkan menjadi masyarakat Islam, mubaligh dan
pendidik yang baik. Pada periode ini dilakukan dengan 3 tahapan. Yaitu:
1). Secara rahasia dan perorangan; 2). Secara terang-terangan, dan 3).
Pendidikan Islam untuk umum. Adapun materi yang disampaikan adalah
tentang ketuhanan (tauhid) dan juga tentang Al Qur’an dan segala
kandungannya.
- Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah di Madinah
Berbeda dengan periode di Makkah, pada periode Madinah Islam
merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan
masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad juga mempunyai
kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala
Negara.
Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan Islam di Madinah adalah sebagai berikut:
a) Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan
sosial dan politik. Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar
terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan
ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu
kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
1) Nabi Muhammad saw. mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan
pertentangan antar suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan
diantara mereka. Nabi mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula diantara
sesama Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan
lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.
[11]
2) Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad
menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai
dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.
3) Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dalam rangka
membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah
syari’at zakat dan puasa, yang merupakan pendidikan bagi warga
masyarakat dalam tanggung jawab sosial, baik secara materil maupun
moral.
4) Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan
pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media
komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat Juma’t yang dilaksanakan
secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat jum’at tersebut hampir
seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar
khutbah dari Nabi Muhammad SAW dan shalat jama’ah jum’at.
Rasa harga diri dan kebanggaan sosial tersebut lebih mendalam lagi
setelah Nabi Muhammad SWA menapat wahyu dari Allah untuk memindahkan
kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram Makkah, karena
dengan demikian mereka merasa sebagai umat yang memiliki identitas.
[12]
Setelah selesai Nabi Muhammad mempersatukan kaum muslimin, sehingga
menjadi bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi,
penduduk Madinah. Dalam perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum Yahudi
bersahabat dengan kaum muslimin, tolong- menolong , bantu-membantu,
terutama bila ada seranga musuh terhadap Madinah. Mereka harus
memperhatikan negri bersama-sama kaum Muslimin, disamping itu kaum
Yahudi merdeka memeluk agamanya dan bebas beribadat menurut
kepercayaannya. Inilah salah satu perjanjian persahabatan yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW.
[13]
b) Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan. Materi
pendidikan sosial dan kewarnegaraan Islam pada masa itu adalah
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam
prakteknya diperinci lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat
yang turun Selama periode Madinah.
Tujuan pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur, pokok-pokok
pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di Madinah
saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab maupun dalam
kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
c) Pendidikan anak Masa Rasulullah
Dalam Islam, anak merupakan pewaris ajaran Islam yang dikembangkan
oleh Nabi Muhammad saw dan generasi muda muslimlah yang akan melanjutkan
misi menyampaikan Islam ke seluruh penjuru alam. Oleh karenanya banyak
peringatan-peringatan dalam Al-qur’an berkaitan dengan itu. Diantara
peringatan-peringatan tersebut antara lain:
(1) Pada surat At-Tahrim ayat 6 terdapat peringatan agar kita
menjaga diri dan anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari kehancuran
(api neraka).
(2) Pada surat An-Nisa ayat 9, terdapat agar janagan meninggalkan
anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi
tantangan hidup.
(3) Pada surat Al-Furqan ayat 74, Allah SWT memperingatkan bahwa
orang yang mendapatkan kemuliaan antara lain adalah orang-orang yang
berdo’a dan memohon kepada Allah SWT, agar dikaruniai keluarga dan anak
keturunan yang menyenangkan hati.
[14]
Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak dalam Islam yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan oleh
Allah SWT dalam surat Luqman ayat 13-19 adalah: (a). Pendidikan Tauhid;
(b). Pendidikan Shalat; (c). Pendidikan adab sopan dan santun dalam
bermasyarakat, (d). Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga;
(e). Pendidikan kepribadian; (f). Pendidikan kesehatan; dan (g).
Pendidikan akhlak.
[15]
- Kurikulum & Metode Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah SAW
Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata
manhaj yang
berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak
didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
mereka.
[16]
Selain itu, kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu program
pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai pendidikan.
[17]
M. Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang
harus disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem
institusional pendidikan.
[18]
S. Nasution menyatakan, ada beberapa penafsiran lain tentang kurikulum. Diantaranya:
Pertama, kurikulum sebagai produk (hasil pengembangan kurikulum),
Kedua, kurikulum sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari oleh siswa (sikap, keterampilan tertentu), dan
Ketiga, kurikulum dipandang sebagai pengalaman siswa.
[19]
Pengertian kurikulum dalam pandangan modern merupakan program
pendidikan yang disediakan oleh sekolah yang tidak hanya sebatas bidang
studi dan kegiatan belajarnya saja, akan tetapi meliputi segala sesuatu
yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan pribadi siswa
sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan sehingga dapat
meningkatkan mutu kehidupannya yang pelaksanaannya tidak hanya di
sekolah tetapi juga di luar sekolah.
[20]
Jika diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum
berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing
peserta didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam, melalui
akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam hal ini
proses pendidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan
secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu kepada konseptualisasi
manusia paripurna (
insan kamil) yang strateginya telah tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan Islam.
[21]
Sistem pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi, sebab selain Nabi
tidak ada yang mempunyai otoritas untuk menentukan materi-materi
pendidikan Islam. Materi pendidikan Islam pada masa Rasulullah dapat
dibedakan menjadi dua periode:
- 1. Periode Makkah
a. Materi yang diajarkan hanya berkisar pada ayat-ayat
Makiyyah sejumlah 93 surat dan petunjuk-petunjuknya yang dikenal dengan
sebutan
sunnah dan hadits.
b. Materi yang diajarkan menerangkan tentang kajian keagamaan yang menitikberatkan pada keimanan, ibadah dan akhlak.
- Periode Madinah
Pada fase Madinah materi pendidikan yang diberikan cakupannya lebih
kompleks dibandingkan dengan materi pendidikan fase Makkah. Di antara
pelaksanaan pendidikan Islam di Madinah adalah:
a) Upaya pendidikan yang dilakukan Nabi pertama-tama membangun
lembaga masjid, melalui masjid ini Nabi memberikan pendidikan Islam.
b) Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antara kaum muslimin. Dalam
melaksanakan melaksanakan pendidikan ini, Rasulullah bertitik tolak
dari struktur kekeluargaan yang ada pada masa itu.
c) Pendidikan kesejahteraan sosial. Terjaminya kesejahteraan
sosial, tergantung pertama-tama pada terpenuhinya kebutuhan pokok dari
pada kehidupan sehari hari. Untuk itu setia orang harus bekerja mencari
nafkah, untuk mengatasi masalah pekerjaan tersebut, Rasulullah
memerintahkan kepada kaum Muhajirin bekerjasama dengan kaum Ansor.
d) Pendidikan kesejahteraan kaum kerabat. Yang dimaksud dengan
keluarga adalah suami, istri, dan anak-anaknya. Rasulullah berusaha
untuk memperbaiki keadaan itu dengan memperkenalkan dan sekaligus
menerapkan sistem kekeluargaan kekerabatan baru, yang berdasarkan takwa
kepada Allah.
e) Pendidikan HANKAM (pertahanan dan Keamanan) dakwah Islam.
Masyarakat kaum muslimin merupakan suatu state (negara) di bawah
bimbingan Rasulullah yang mempunyai kedaulatan. Ini merupakan dasar bagi
usaha dakwahnya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada seluruh umat
manusia secara bertahap.
Adapun metode yang diterapkan dan dikembangkan oleh Nabi dalam menyampaikan materi yang ada adalah:
1) Dalam bidang keimanan: melalui tanya jawab dengan penghayatan
yang mendalam dan di dukung oleh bukti-bukti yang rasional dan ilmiah.
2) Materi ibadah : disampaikan dengan metode demonstrasi dan peneladanan sehingga mudah didikuti masyarakat.
3) Bidang akhlak: Nabi menitikberatkan pada metode peneladanan.
Nabi tampil dalam kehidupan sebagai orang yang memiliki kemuliaan dan
keagungan baik dalam ucapan maupun perbuatan.
[22]
Dengan demikian, pendidikan pada masa Rasulullah ketika di Makkah,
bertempat di rumah Rasul sendiri, rumah al-Arqam bin Abi Arqam, kuttab
(rumah guru, halaman/pekarangan mesjid), Inti materi yang diajarkan;
keimanan, ibadah dan akhlak, juga baca-tulis dan berghitung untuk
tingkat dasar, al-Quran, dasar-dasar agama untuk tingkat lanjut. Guru
disebut
mu‘allim atau
muaddib,
serta tidak dibayar, dan bagi tingkat dasar gurunya non muslim.
Pada saat Islam datang hanya 17 orang Qurasy yang bisa baca tulis.
Sedangkan ketika di Madinah tempat belajar ditambah mesjid, materi
yang diajarkan ditambah; pendidikan kesehatan dan kemasyarakatan.
Sistemnya halaqah. Metodenya; tanya-jawab, demontrasi dan uswah
hasanah, murid disebut dengan
ashhabush shuffah.
[23] Menurut sebagian ahli,
suffah ini dianggap sebagai universitas Islam pertama,
the first Islamic university.[24]
Metode yang digunakan Rasulullah dalam mendidik sahabatnya antara
lain: (1) metode ceramah, menyampaikan wahyu yang baru diterimanya dan
memberikan penjelasan-penjelasanserta keterangan-keterangannya; (2)
dialog, misalnya dialg antara Rasulullah dengan Mu’az ibn Jabal ketika
Mu’az akan diutus sebagai kadi ke negeri Yaman; (3) diskusi ata tanya
jawab, sering sahabat bertanya kepada Rasulllah tentang suatu hukaum,
kemudian rsul menjawab; (4) metode perumpamaan, misalnya orang mukmin
itu laksana satutubuh, bila sakit salah satu anggota tubuh maka anggota
tubuh lainnya akan turut merasakannya; (5)metode kisah, misalnya kisah
beliau dalam perjalanan isra’ dan miraj; (6) metode pembiasaan,
membiasakan kaum muskimin shalat berjamaah; (7) metode hafalan, misalnya
para sahabat dianjurkan untuk menjaga al-Qur’an dengan menghafalnya.
- Kebijakan Rasulullah dalam Bidang Pendidikan
Rasulullah SAW., sebagai suri teladan dan
rahmatan lil’alamin
bagi orang yang mengharapkan rahmat dan kedatangan hari kiamat banyak
menyebut Allah (al-ahzhab: 21) adalah pendidik pertama dan terutama
dalam dunia pendidikan Islam. Proses transformasi ilmu pengetahuan,
internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional yang
dilakukan Rasulullah dapat dikatakan sebagai mukjizat luar biasa, yang
manusia apa dan di mana pun tidak dapat melakukan hal yang sama.
Untuk melaksanakan fungsi utamanya sebagai pendidik, Rasulullah telah
melakukan serangkaian kebijakan yang amat strategis serta sesuai dengan
situasi dan kondisi yang melingkupi pada saat itu
Proses pendidikan pada zaman Rasulullah berada di Makkah belum
berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal yang demikian belum di
mungkinkan, karena pada saat itu Nabi Muhammmad belum berperan sebagai
pemimipin atau kepala Negara, bahkan beliau dan para pengikutnya berada
dalam bayang-bayang ancaman pembunuhan dan kaum kafir Quraisy. Selama di
Makkah pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara
sembunyi-sembunyi. Diantaranya yang terkenal adalah rumah Al- Arqam.
Langkah yang bijak dilakukan Nabi Muhammad SAW pada tahap awal Islam ini
adalah melarang para pengikutnya untuk menampakkan keIslamannya dalam
berbagai hal. Tidak menemui mereka kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi
dalam mendidik mereka.
Setelah masyarakat Islam terbentuk di Madinah, barulah pendidikan
Islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum. Adapun
kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammad ketika di Madinah adalah:
- Membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah.[25] Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan beberapa sahabat seperti al Hakam Ibn Sa’id untuk mengajar pada sebuah kuttab ketika Nabi Muhammad SAW berada di Madinah[26].
- Mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan
saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih
popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut
terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan damai.[27]
- E. Analisis
Sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul sebagai tanda datangnya
Islam sampai sekarang telah berjalan sekitar 14 abad lamanya. Harun
Nasution membagi sejarah Islam dalam tiga periode. Pertama, periode
klasik antara tahun 650-1250 M. kedua, periode pertengahan antara tahun
650-1800 M. Ketiga periode modern dimulai sejak tahun 1800 M. Dan
pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang dimulai sejak periode
klasik yakni mulai terutusnya Nabi Muhammad Sebagai Rasul Allah.
Pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad merupakan
prototype
yang terus menerus dikembangkan umat Islam untuk kepentingan pendidikan
pada zamannya. Nabi Muhammad melakukan pendidikan Islam setelah
mendapat perintah dari Allah sebagaimana termaktub dalam surat
Al-Mudasir ayat 1-7.
Pada masa awal pendidikan Islam ini tentu saja pendidikan formal yang
sistematis belum terselenggara dan pendidikan formal baru muncul pada
masa belakangan yakni dengan kebangkitan madrasah. Permulaan pendidikan
Islam bisa ditemukan di Mekah pada zaman Rasulullah. Nabi Muhammad
menyiarkan konsep perubahan radikal, hubungan dan sikap masyarakat Arab
yang menjadi mapan sampai saat ini. Perubahan itu sejalan dengan ajaran
Islam yang memerlukan kreatifitas baru secara kelembagaan untuk
meneruskan kelangsungan dan perkembangan agama Islam.
Nabi Muhammad membangkitkan kesadaran manusia terhadap pentingnya
pengembangan bidang keilmuan atau pendidikan. Memang perintah Allah
kepada Nabi Muhammad adalah untuk membuka pintu gerbang pengetahuan bagi
manusia dengan mengajari atau mendidik. Nabi Muhammad sebagai seorang
yang diangkat sebagai pengajar atau pendidik Islam
(mu’allim).
Disamping itu beliau diperintahkan oleh Allah untuk menyebarkan
pesan-pesan Allah yang terkandung dalam al-Qur’an. Dapat dikatakan bahwa
Nabi Muhammad aalah pengajar atau pendidik muslim pertama.
Pada masa ini pendidikan Islam diartikan pembudayaan ajaran Islam
yaitu memasukkan ajaran-ajaran Islam dan menjadikannya sebagai unsur
budaya banga Arab dan menyatu kedalamnya. Dengan pembudayaan ajaran
Islam ke dalam sistem dan lingkungan budaya bangsa arab tersebut, maka
terbentuklah sistem budaya Islam dalam lingkungan budaya bansga Arab.
Dalam proses pembudayaan ajaan Islam ke dalam lingkungan budaya
bangsa Arab berlangsung dengan beberapa cara. Ada kalanya Islam
mendatangkan sesuatu ajaran bersifat memperkaya dan melengkapi unsur
budaya yang telah ada dengan menambahkan yang baru. Ada kalanya Islam
mendatangkan ajaran yang sifatnya bertentangan sama sekali dengan unsur
budaya yang telah ada sebelumnya yang sudah menjadi adat istiadat. Ada
kalanya Islam mendatangkan ajarannya bersifat meluruskan kembali
nilai-nilai yang sudah ada yang praktiknya sudah menyimpang dari ajaran
aslinya.
Sebelum timbulnya sekolah dan universitas, yang kemudian dikenal
sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah
berkembang lembaga-lembaga pendidikan yang bersifat non formal. Pada
zaman permulaan Islam berdiri, sistem pembelajaran disampaikan di
rumah-rumah, dimulai dari rumah rasulullah Saw itu sendiri dan berlanjut
ke rumah para sahabat, yang kemudian dikenal dengan sebutan
Dar al-Arqam.
[28] Selanjutnya perkembangan sistem pendidikan Islam berkembang pesat, dan penyebarannya melalui
kuttab[29] (tempat tinggal) dan masjid dengan sistem kelompok belajar yang disebut
halaqah.
Halaqah masjid inilah yang dikatakan sebagai pendidikan tinggi (
higher learning), sedangkan lembaga (masjid)-nya sebagai
mosque college.
[30]
Gambaran dan pola pendidikan Islam di periode Rasulullah SAW. Di
Makah dan Madinah adalah sejarah masa lalu yang perlu kita ungkapkan
kembali, sebagai bahan perbandingan, sumber gagasan, gambaran strategi
menyuseskan pelaksanaan proses pendidikan Islam. Pola pendidikan di masa
Rasulullah SAW., tidak terlepas dari metode, evaluasi, materi,
kurikulum, pemdidikan, peserta didik, lembaga, dasar, tujuan dan
sebagainya yang bertalian dengan pelaksanaan pendidikan Islam, baik
secara teoritis maupun praktis.
Kondisi sosiokultural masyarakat pra-Islam. Terutama pada masyarakat
Makkah dan Madinah sangat mempengaruhi pola pendidikan periode
Rasulullah di Makah dan Madinah. Secara kuantitas orang-orang yang masuk
Islam pada fase Makkah lebih sedikit daripada orang-orang yang masuk
Islam pada fase Madinah. Hal tersebut di antaranya disebabkan oleh watak
dan budaya nenek moyang mereka sedangkan masyarakat Madinah lebih mudah
dimasuki ajaran Islam karena kondisi masyarakat, khususnya Aus dan
Khazraj, sangat membutuhkan seorang pemimpin, untuk melenturkan
pertikaian sesama mereka dan sebagai “pelindung” dari ancaman kaum
Yahudi, disamping sifat penduduknya yang lebih ramah yang dilator
belakangi kondisi geografis yang lebih nyaman dan subur.
Pendidikan Islam adalah hal yang sangat dibutuhkan hari ini oleh
generasi kita, dan merupakan fokus pendidikan modern dalam dunia Muslim
saat ini. Investasi dalam pengembangan sumberdaya manusia adalah
investasi yang paling menjanjikan yang bisa dilakukan oleh siapa saja.
Sejarah telah memperlihatkan bahwa mesin dan teknologi tidak bisa
menyerang jiwa manusia ketika jiwa tersebut sudah dipenuhi oleh tujuan
hidup yang jelas dan ketekunan diri. Tujuan inti dari pendidikan
sebetulnya adalah untuk mencetak orang-orang yang punya komitmen yang
jelas dalam hidup.
[31]
Visi pendidikan Islam telah membuat perbedaan tegas antara
mengajarkan “hal-hal tentang Islam” (informatif) dan “bagaimana menjadi
Muslim sejati” (transformatif). Tujuan dari pendidikan Islam bukanlah
untuk memberi informasi tentang Islam kepada anak didik saja, tetapi
lebih menekankan bagaimana menjadi seorang muslim dan memberi mereka
inspirasi sehingga ilmu tersebut bisa ditransformasikan dalam kehidupan
mereka. Adanya perubahan paradigma dari pendidikan yang berorientasi
pada informasi ke pendidikan yang berorientasi pada transformasi adalah
esensial untuk dilakukan jika kita benar6benar berharap membangun
paradigma baru pendidikan bagi pembangunan masyarakat muslim ideal.
Pada masa jahiliyah wanita punya hak belajar, ada yang menjadi
penulis, atau penyair. Pada permulaan Islam, hak wanita makin berkembang
sehingga banyak wanita terpelajar yang menguasai berbagai macam
disiplin ilmu.
[32]
- 1. Yang pandai baca tulis, Sayyidah Hafsah istri Nabi SAW, dan Aisyah binti Saad.
- 2. Yang memahami ilmu-ilmu
agama dan mengajarkannya: Aisyah binti Abu Bakar, Tarfah binti Abdul
Aziz bin Musa, dan Ummul Muayyid Zainab binti Sha’ri.
- 3. Perawi Hadits: Karimah al-Marwaziyah, dan Saidatul Wuzara.
- 4. Sastrawan (penyair,
kritikus sastra): Aisyah binti Abu Bakar, Al-Khunsa, Sayyidah Sakinah
binti Husein, Aisyah binti Thalhah, Aliyah binti al-Mahdi, Aisyah binti
Ahmad bin Qadim, Lubna, Fadhal, dan Ummul Muayyid Zainab binti Sha’ri.
- 5. Kedokteran: Aisyah binti
Abu Bakar, Ummu Hasan, Zainab dari Bani Awad, (dokter mata), Ukhtu
al-Hafizh bin Zahar (ahli keperawatan wanita).
- Kesimpulan
Mengindentifikasikan Konsep pendidikan pada zaman Rasulullah terasa
sulit, sebab Rasul mengajar pada sekolah kehidupan yang luas tanpa di
batasi dinding kelas. Rasulullah memanfaatkan berbagai kesempatan yang
mengandung nilai-nilai pendidikan dan rasulullah menyampaikan ajarannya
dimana saja seperti di rumah, di masjid, di jalan, dan di tempat-tempat
lainnya.
Kurikulum pendidikan Islam pada periode Rasulullah baik di Makkah
maupun Madinah adalah al-Qur’an yang Allah wahyukan sesuai dengan
kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat Islam pada
saat itu, Karena itu dalam praktiknya tidak saja logis dan rasional,
tetapi juga fitrah dan pragmatis. Hasil cara yng demikian dapat dilihat
dari sikap rohani dan mental para pengikutnya.
Pendidikan pada masa Rasulullah ketika di Makkah, bertempat di rumah Rasul sendiri, rumah al-Arqam bin Abi Arqam,
kuttab
(rumah guru, halaman/pekarangan mesjid), Inti materi yang diajarkan;
keimanan, ibadah dan akhlak, juga baca-tulis dan berghitung untuk
tingkat dasar, al-Quran, dasar-dasar agama untuk tingkat lanjut. Guru
disebut
mu‘allim atau
muaddib,
serta tidak dibayar, dan bagi tingkat dasar gurunya non muslim.
Sedangkan ketika di Madinah tempat belajar ditambah mesjid, materi yang
diajarkan ditambah pendidikan kesehatan dan kemasyarakatan. Sistemnya
halaqah. Metodenya; tanya-jawab, demontrasi dan
uswah hasanah, murid disebut dengan
ashhabush shuffah.
[1] Munawar Cholil,
Kelengkaan Tarikh Nabi Muhammad Saw, (Jakarta: Bulan Bintang, 1969), hal. 15
[2] Sayyid Quthub,
Konsepsi Sejarah Dalam Islam, terj. Nabhan Husein, (Jakarta: Al-Amin, tt, h), Hal. 18
[3] Harun Nasution,
Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 11
[4] Zuhairini, dkk,
Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, cet.9, 2008). hal. 14-18
[6] Hanun Asrohah,
Sejarah Pendidikan Islam,
(Jakarta : Bumi Aksara, 1997), hal. 12. Surat Al Mudatssir: 1-7 yang
artinya: Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah
peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah. dan
perbuatan dosa tinggalkanlah. dan janganlah kamu member (dengan maksud)
memperoleh (balasan) yang lebih banyak. dan untuk (memenuhi perintah)
Tuhanmu, bersabarlah.
[7]
Setelah turunnya ayat dalam surat al-„Alaq ayat 1-6 sebagai
representasi perintah belajar, wahyu Allah berikutnya perintah mengajar,
yaitu Surat al-Mudatsir: 1 – 7. Setelah turun ayat ini Rasulullah saw
mulai mengajar shahabatnya, dan jumlah yang belajar selama 3 tahun
setelah kenabian; 53 orang, laki-laki 43 dan wanita 10 orang, Nabi
bersama orang yang beriman belajar di rumahnya Al-Arqam bin Abi Arqam.
[8] H. Mahmud Yunus,
Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, Persada, 2008). Hal 6
[9] Zuhairini, dkk,
Sejarah Pendidikan Islam, .. Hal 28
[10] Zuhairini, dkk,
Sejarah Pendidikan Islam, .. Hal. 27
[11] H.Mahmud Yunus,
Sejarah Pendidikan Islam, … Hal 26
[12] Zuhairini, dkk,
Sejarah Pendidikan Islam, ..hal 37
[13] H.Mahmud Yunus,
Sejarah Pendidikan Islam… Hlm. 16
[14] Zuhairini, dkk,
Sejarah Pendidikan Islam, ..hal 55
[15] H.Mahmud Yunus,
Sejarah Pendidikan Islam… Hlm. 18
[16] Omar Mohammad Al-Toumy A-Syaibany,
Falsafah Pendidikan Islam, (Terj.Hassan Langgulung), (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), Hal, 478.
[17] Zakiyah Daradjat, dkk,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet.ke-3, Hal. 122.
[18] HM, Arifin,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Hal, 183.
[19] S.Nasution,
Asas-asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara,1994), Cet.I, hal, 5-9.
[20] H. Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), Cet. Ke-5, hal. 152.
[21] H. Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam… hal. 152
[22] Armai Arief,
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. (Bandung: Penerbit Angkasa,2005). Hal 135-136
[23] Ashabush Suffah
adalah orang (sahabat) yang belajar di sudut-sudut masjid atau
bilik-bilik yang berhubungan langsung dengan masjid, yang selanjutnya
disebut
suffah . Lihat dalam Samsul Nizar,
Sejarah PendidikanIslam: Menelusuri Jejak Sejarah Era Rasulullah Sampai Indonesia. (Jakarta: Kencana, 2007), cet. ke-1. Hlm. 5-22. Lihat juga dalam Hasan Asari,
Menyingkap Zaman Keemasan Islam, (Bandung: Mizan, 1994), cet. ke-1. Hlm. 27
[24] Moh. Untung Slamet,
Muhammad Sang Pendidik, (Semarang: Pustaka Rizki Putera, 2005), hlm. 44
[25]
Masjid pada masa Islam permulaan mempunyai fungsi yang jauh lebih
bervariasi dibandingkan fungsinya sekarang karena selain mempunyai
fungsi utama sebagai tempat pembinaan ketaqwaan dan beribadah,
pembangunan masjid di Madinah oleh Nabi Muhammad SAW juga difungsikan
sebagai tempat belajar. Di masjid pula Nabi Muhammad SAW menyediakan
ruang khusus bagi para sahabat Beliau yang miskin,yang kemudian terkenal
dengan sebutan
ahl al suffah/ashab al suffah. Mereka
tinggal menetap di emperan Masjid yang difungsikan sebagai “sekolah”
untuk belajar membaca dan memahami agama. Di sana mereka juga mengkaji
dan mempelajari al Qur’an, kemudian melakukan
rihlah
(perjalanan ilmiah), ke seluruh penjuru dunia untuk mengajarkan al
Qur’an kepada umat manusia. Lihat dalam Moh. Untung Slamet,
Muhammad Sang Pendidik, … hlm. 44
[26] Hasan Asari,
Menyingkap Zaman Keemasan Islam, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 24. Materi yang diajarkan di
kuttab
periode Madinah ini tidak berbeda dengan yang diajarkan di Makkah.
Pelajaran baca-tulis menjadi materi pokok bagi pelajar yang ada di
kuttab. Materi pelajaran baca-tulis ini berkisar pada puisi dan pepatah-pepatah Arab. Pelajaran membaca al Qur’an tidak diberikan di
kuttab, tetapi di Masjid dan di rumah-rumah. Namun begitu, seiring berjalannya waktu, al Qur’an juga diajarkan di
kuttab.
[27] H.Abuddin Nata,
Pendidikan Islam Perspektif Hadits. (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005). hal 24
[28]
Dar al-Arqam adalah rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam, yang digunakan
rasulullah Saw sebagai tempat belajar dan tempat pertemuan dengan para
sahabat dan pengikutnya. Dalam perkembangannya dikenal dengan sistem
pendidikan
dar al-Arqam. Lihat Hasan Langgulung,
Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988), h. 14
[29] Kuttab adalah tempat belajar yang teletak di rumah guru. Para murid berkumpul di rumah tersebut untuk menerima pelajaran.
Kuttab
bisa berarti pula tempat terbuka di luar rumah-bisa berupa lapangan di
sekitar masjid ataupun taman umum tempat guru mengajar. Lihat Abdullah
Idi dan Toto Suharto,
Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), hal. 7. Baca pula Mehdi Nakosteen,
Konstribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, alih bahasa Joko S. Kahhar dan Supriyanto, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), Cet. I, hal. 62
[30] Hal ini senada dengan pendapatnya Geoge Makdisi dalam
The Rise of Colleges Institutions of Learning in Islam and West, (Eidenburgh: Eidenburgh University Press, 1981), h. 21
[31] M. Zainuddin, Paradigma Pendidikan Islam Holistik
dalam
Ulumuna Volume XV Nomor 1 Juni 2011. Lihat dalam
http://www.iainmataram.ac.id/files/04_Paradigma%20Pendidikan%20Islam%20Holistik_ M.%20Zainuddin.pdf
(Diakses pada 05 Maret 2012). Untuk mewujudkan pendidikan yang
holistik, Wilayah pertama yang perlu direformasi adalah visi atau
kerangka konseptual pendidikan secara menyeluruh. Pendidikan bermula
dari prinsip tauhîd (keutuhan dan keterpusatan pada Tuhan). Hal inilah
yang menjadi dasar pijakan dalam pandangan dunia pendidikan. Prinsip
tauhîd mencakup konsep filosofis maupun metodologis yang terstruktur dan
koheren terhadap pemahaman kita terhadap dunia dan seluruh aspek
kehidupan. Tauhîd mengajarkan kita untuk menghimpun pandangan yang
holistik, terpadu, dan komprehensif terhadap pendidikan.