Kamis, 07 Maret 2013

rahasia ilmiah dan manfaat puasa senin kamis

Rahasia Ilmiah dan Manfaat Puasa Senin-Kamis

Rahasia Ilmiah & Manfaat Puasa Senin-kamis

Kali ini saya men-share-kan tentang Rahasia Ilmiah dan Manfaat Puasa Senin-Kamis yang saya dapatkan dari seorang teman di dalam group milist. Semoag informasi ini bisa bermanfaat untuk semua orang terutama sohib Pandawa Lima.

Mungkin jika sohib banyak menemukan postingan ini dibanyak tempat dengan search engine seperti google.com. Namun hal ini tidak menyurutkan saya untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan terutama tentang Rahasia Ilmiah dan Hikmah Puasa Senin-Kamis ini.

Berpuasa, sudah lama diketahui sangat baik untuk kesehatan. Apalagi sekarang manfaat berpuasa untuk kesehatan makin terbukti secara ilmiah. Bahkan para peneliti menyarankan bahwa sebaiknya mulai kembali berpuasa karena terbukti puasa dua hari dalam satu pekan sangat bermanfaat untuk kesehatan hormon dan perubahan metabolisme. Puasa yang dimaksud adalah mengkonsumsi makanan hanya sekitar 500-800 kalori. Bandingkan dengan asupan harian sekitar 2.000 kalori untuk perempuan dan 2.500 kalori untuk pria.

Asupan itu bisa menurunkan tingkat pertumbuhan hormon yang terkait dengan kanker dan diabetes. serta mengurangi kolesterol buruk LDL dan lemak dalam darah. Sedangkan radikal bebas juga menurun. Dari hasil penelitian ini juga terbukti bahwa tingkat peradangan dapat berkurang. Bahkan, disebutkan pula berpuasa dapat melindungi otak. Maka, risiko penyakit degeneratif seperti Alzheimer dan Parkinson pun bisa dikurangi.

“Menurunkan secara drastis asupan makanan memicu proses protektif di otak. Ini sama dengan mendapatkan efek tambahan ketika olahraga,” ujar Profesor Mark Mattson, kepala bagian saraf di US National Institute on Ageing.

Kesimpulan itu diperoleh dari hasil penelitian terhadap sekelompok perempuan yang mengalami obesitas dan kelebihan berat badan yang menjalani diet 1.500 kalori sedangkan kelompok lain hanya 500 kalori selama dua hari. Kedua kelompok sama-sama mengalami penurunan berat badan. Namun, kelompok yang berpuasa (asupan 500 kalori) ternyata mengalami kemajuan yang lebih pesat. Menurut peneliti, mereka mengalami peningkatan sensitivitas insulin. Ini berarti mereka punya kendali tingkat gula darah yang lebih baik.

Seorang dokter ahli asal Rusia, dr. Yuri Nikolayev menganggap puasa sebagai penemuan terbesar dalam bidang kesehatan. Puasa mampu membuat seseorang menjadi awet muda dan sehat secara fisik, mental, dan spiritual. Bahkan, sebuah lembaga di Amerika Serikat menyebutkan puasa sebagai cara terbaik untuk memperindah dan mempercantik perempuan secara alami.
Berikut merupakan daftar beberapa manfaat puasa Senin Kamis.

  1. Peremajaan sel kulit
  2. Mengencangkan kulit
  3. Detoksifikasi racun dalam tubuh
  4. Memberi waktu istirahat untuk organ pencernaan
  5. Menurunkan tekanan darah
  6. Menurunkan kadar lemak (kolesterol)
  7. Menghambat proses penuaan (awet muda)
  8. Memperindah dan mempercantik kaum wanita secara alami
  9. Menenangkan jiwa dan perasaan
  10. Mampu mengendalikan nafsu seks dengan lebih baik
  11. Memacu jiwa empati terhadap sesama
  12. Menimbulkan rasa solidaritas terhadap kaum miskin

Puasa merupakan hal yang lazim dilakukan manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini bisa dilihat dari catatan sejarah yang ada. Sebagian manusia pada zaman dahulu mempraktikkan puasa sebagai ritual yang dipercaya untuk memberikan kesehatan bahkan keabadian. Di antaranya orang-orang Mesir Kuno yang meyakini bahwa kelebihan makanan akan menyebabkan datangnya berbagai macam penyakit. Oleh karena itu, mereka menganggap asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh perlu dikurangi.

Di samping itu, Aflaton dan Socrates, filsuf Yunani Kuno, menjalankan puasa sebagai gaya hidup yang baik dan juga sebagai pengobatan. Pythagoras pun juga percaya bahwa puasa dapat mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Begitu pun juga dengan kepercayaan orang-orang Inca di Peru dan suku-suku Amerika lainnya. Mereka percaya bahwa puasa yang mereka lakukan dapat menjadi upaya untuk penebusan dosa.

Selain diamalkan oleh umat Islam, puasa juga diamalkan oleh agama-agama besar di dunia. Yakni yahudi, kristen, dan Budha. Puasa yang mereka lakukan mempunyai tujuan masing-masing serta memiliki tata cara dan waktu pelaksanaannya yang berbeda. Misalnya, umat Islam melakukan puasa wajib sebulan penuh pada bulan Ramadhan. Orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Yom Kippur, yakni hari raya yahudi yang jatuh pada tanggal 9 Oktober. Sedangkan orang-orang Budha berpuasa pada hari ekadashi, yakni puasa pada hari ke sebelas terhitung setelah bulan purnama.

Telah disebutkan bahwa salah satu manfaat puasa antara lain untuk menjernihkan pikiran. Hal itu dikatakan oleh Pythagoras, seorang filsuf yang tidak asing lagi di telinga kita. Namun, untuk lebih jelasnya, perlu ditinjau dari sudut pandang ilmiah dan dalil-dalil dari ayat Al-Qur’an dan hadis.

Puasa adalah upaya menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, dan lain sebagainya dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Selama berpuasa, tentunya tubuh kita tidak mendapatkan asupan makanan dan minuman dari pagi hingga saatnya berbuka.

Keadaan ini juga berarti tidak ada asupan glukosa dalam tubuh kita selama berpuasa. Sedangkan glukosa merupakan senyawa yang sangat dibutuhkan oleh otak manusia. Otak yang memiliki jutaan sel saraf, memproses kognisi yang meliputi berbagai proses mental untuk memperoleh pengetahuan, di antaranya adalah berpikir, mengingat, memutuskan sesuatu dan memecahkan masalah. Dalam memproses semua itu, otak sangat membutuhkan glukosa yang diambil dari asupan makanan. Namun, kerja otak yang sangat membutuhkan glukosa ini tidak akan terpengaruhi pada saat berbuka.

Allah Swt telah menciptakan tubuh manusia dengan penuh kesempurnaan. Di dalam tubuh kita ada sistem pengatur energi yang sanagat canggih. Jadi, apabila terjadi hal-hal yang menyebabkan keseimbangan tubuh terganggu, tubuh akan mulai bereaksi dengan cepat. Reaksi ini terus terjadi untuk mengembalikan keseimbangan tubuh seperti semula. Oleh karena itu, jika tubuh merasakan kekurangan glukosa, maka tubuh akan segera bereaksi untuk menghasilkan glukosa dari sumber lainnya.

Dalam keadaan tidak ada pembakaran dalam tubuh dan mulai merasa kekurangan energi, mendorong otak untuk bereaksi. Menurut Dr. Bahar Azwar, rangsangan otak memaksa kelenjar pankreas mengeluarkan glukagon. Ia membakar glikogen yang tersimpan di hati menjadi glukosa. Namun, bila glukosa yang dihasilkan belum tercukupi, dimulailah pembakaran lemak di dalam tubuh. Dari proses tersebut banyak manfaat dan dampak positif yang akan dirasakan tubuh. Kesediaan glukosa dalam otak pun menjadi seimbang. Jadi, otak pun akan tetap berjalan normal sekalipun tubuh kekurangan makanan.

Lebih lanjut, Dr. Bahr Azwar menegaskan bahwa pada saat tidak ada asupan makanan ke dalam tubuh, usus akan beristirahat. Saat usus beristirahat, sari makanan akan berkurang. Jadi beban darah yang membawanya akan berkurang. Itu sebabnya, darah yang ada dalam otak, tidak perlu lagi dikerahkan untuk membawa sari makanan dari dalam usus. Ketika itulah pikiran akan merasa tenang dan segar.

Manfaat puasa Senin Kamis lainnya adalah memberikan ketenangan jiwa. Menurut Imam Barakat Abdullah ba’lawiy Al-hadad, puasa memiliki ruh (jiwa) dan bentuk. Bentuk dari puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari yang disertai dengan niat. Sedangkan ruh dari puasa adalah menahan diri dari melakukan perbuatan dosa dan perbuatan haram, serta mengerjakan amalan fardhu dan sunnah.

Dengan demikian, orang yang berpuasa tidak hanya menjalani bentuk puasa, tetapi harus memiliki ruh dari puasa yang dilakukannya. Karenanya, puasa yang dilakukannya akan diterima oleh Allah Swt dan menjadikannya termasuk orang-orang yang memiliki jiwa yang suci. Sebab, orang-orang seperti itulah yang dapat mengontrol jiwa dan perilakunya.

Dengan kemampuan ini, secara otomatis orang yang terbiasa berpuasa akan mampu mengendalikan diri dan jiwanya. Ia akan merasakan kedamaian dan ketenangan hidup di dunia.

keutamaan sholad dhuha

Keutamaan Mengerjakan sholat Dhuha menurut masyarakat awam hanyalah agar diberikan kelancaran rejeki yang berlimpah dan dimudahkan dalam banyak hal atau dalam melakukan sesuatu.
Akan Tetapi tahukah Anda bahwa masih banyak keutamaan lain dari Sholat Dhuha?
Sebelumnya Baca Dulu Beberapa Riwayat Berikut ini.
Abu Dzar r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Setiap tulang dan persendian badan dari kamu ada sedekahnya; setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap amar ma’ruf adalah sedekah, dan setiap nahi munkar adalah sedekah. Maka, yang dapat mencukupi hal itu hanyalah dua rakaat yang dilakukannya dari Shalat Dhuha.” (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).
Abu Hurairah r.a. berkata, “Kekasihku, Muhammad Saw. Berwasiat kepadaku agar melakukan tiga hal: Berpuasa tiga hari pada setiap bulan(Hijriah, yaitu puasa putih atau Bidl, tanggal 13,14,15), dua rakaat shalat Dhuha, dan agar aku melakukan shalat Witir dulu sebelum tidur.” (HR Bukhari-Muslim).
Rasulullah Saw. bersabda: “Shalat Dhuha itu shalat orang yang kembali kepada Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu pada waktu anak-anak unta bangun karena panas tempat berbaringnya.” (HR Muslim)
Buraidah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Dalam tubuh manusia terdapat 360 persendian, dan ia wajib bersedekah untuk tiap persendiannya.” Para sahabat bertanya, “Siapa yang sanggup, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ludah dalam masjid yang dipendamnya atau sesuatu yang disingkirkannya dari jalan. Jika ia tidak mampu,maka dua rakaat Dhuha sudah mencukupinya.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Peregangan sungguh mutlak diperlukan, untuk kesiapan kita menyongsong hari penuh tantangan. Dan, Rasulullah Saw. menyinggungnya dengan ungkapan santun: “hak dari setiap persendian.” Semuanya cukup dengan dua rakaat dhuha.
Abu Darda r.a. meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, Allah ‘azza wa jalla berfirman: “Wahai anak Adam kerjakanlah shalat empat rakaat kepada-Ku pada permulaan siang niscaya Aku akan member kecukupan kepadamu sampai akhir siang.” (HR at-Tirmidzi).
Nah Dari Riwayat Riwayat Diatas pastinya sudah dapat memetik beberapa makna kan sobat..
Beberapa Makna Sholat Dhuha.
  • Selalu Mengingat Allah
  • Limpahan Karunia Dan Kasih Sayang Allah
  • Sebagai Wujud Rasa Syukur
  • Sifat Tawakal
Manfaat Lainnya.
  • Sholat Dhuha merupakan sarana sedekah bagi anggota badan.
  • Sholat Dhuha membuat kita terampuni dari segala dosa-dosa di masa lalu. Selain melapangkan rezeki, keutamaan sholat dhuha yang lain, yaitu terampuninya segala dosa. Sebagai manusia biasa yang tentunya tidak luput dari kesalahan dan dosa. Disadari atau tidak, kita pasti pernah melakukan perbuatan dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar. Maka dari dari itu, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa menjalankan dan menjaga sholat Dhuha, maka dosa-dosanya akan terampuni meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR Ibnu Majah). Hal tersebut senada dengan untaian hikmah hadis berikut, “Barang siapa menunaikan shalat Subuh, kemudian ia duduk dan tidak mengucapkan perkataan yang sia-sia, melainkan berzikir pada Allah SWT hingga menunaikan sholat Dhuha sebanyak empat rakaat, maka dosa-dosanya akan terhapus bersih seperti anak yang baru dilahirkan oleh ibunya, ia tidak punya dosa.” (HR Abu Ya’la).
  • Allah menjanjikan sebuah istana emas bagi orang yang istiqomah menjalankan sholat Dhuha. 

Hargai Karya tulis orang lain dan lampirkan sumbernya!

Sumber Artikel ini dari: http://hermanbagus.blogspot.com/2012/09/manfaat-sholat-dhuha.html#ixzz2MqjZTxQl

hikmah kisah-kisah nyata keberkahan manfaat sholawat

Hikmah: Kisah-kisah Nyata Keberkahan Manfaat SHOLAWAT

TAUBATNYA PENJAHAT Berkah Bacaan Shalawat

Seorang yang sangat zuhud bernama Syeikh Abdul Wahid bin Zaid berkisah sebagai berikut :
Seorang tetangga
kami, bekerja sebagai pegawai negeri dan sangat jahat ketika hidupnya di dunia, dan melakukan maksiat dan suka menakut-nakuti orang.
Pada suatu malam, saya melihat di dalam tidur bahwa tangan tetangga saya tersebut memegang tangan Rosululloh SAW. Saya bertanya kpd Rosululloh SAW :
“Wahai Rosululloh, seseungguhnya org ini sangat terkenal sebagai penjahat di muka Bumi, bagaimana ceritanya engkau sangat menaruh tanganmu memegang tangannya ? “ Rosululloh SAW bersabda :
“ Saya mengetahui apa yang engkau katakan tersebut. Oleh karena itu, saya datang untuk memberikan SYAFAATku kepadanya. ”
Kemudian saya bertanya kepada Rosululloh SAW :
“ Wahai Rosul, apakah kelebihan tetangga kami itu, sehingga engkau memberikan syafaatnya ? ”
Rosululloh SAW menjawab :
“ Tetanggamu itu banyak membaca SHOLAWAT kepadaku. Pada tiap malam ketika dia hendak tidur, dia selalu membaca sholawat 1000 kali ( seribu kali ), sehingga aku mohon kepada Alloh SWT mudah-mudahan syafaatku ini diterima disisi-Nya, agar tetanggamu ini bertaubat kpd-Nya.”
Berkata Syeikh Abdul Wahid ( shohibul hikayat ) :
“ Di pagi hari saya mengajar di Masjid
sebagaimana biasanya, tiba-tiba datang tetangga itu, disaat saya sedang menceritakan apa yang saya lihat di dalam tidur ( mimpi ), dia masuk dan mengucapkan salam sambil menangis, lalu dia berkata :
“ Wahai Syeikh Abdul wahid, izinkanlah aku menjabat tanganmu, karena Rosululloh SAW mengutusku kepadamu, agar aku bertaubat di hadapanmu, dan disaksikan oleh murid-muridmu di Masjid ini. ”
Syekh Abdul
Wahid telah berjabat tangan dengan tetangganya yang telah menyesali segala perbuatannya selama hidupnya tersebut. Ia berjanji tidak akan mengulanginya kembali perbuatan jahatnya tersebut.”
Subhanalloh…… Setelah itu, Syeikh Abdul Wahid bertanya kpd tetangganya tsb : “ Apakah yang menyebabkan engkau bertaubat, wahai saudaraku…?” Tetangganya
menjawab :
“ Rosululloh SAW telah
datang kepadaku di dalam tidurku, dan beliau meneceritakan kepadaku tentang Tanya jawab yang antara engkau dengan beliau, kemudian Rosululloh memegang tanganku dan bersabda:
“ Aku datang kepadamu untuk memberikan syafaat Alloh atas segala dosamu, adalah semata-mata karena engkau banyak membaca Sholawat atasku. ” “ Setelah itu beliau bertitah kepadaku, agar di pagi hari aku datang kepadamu, Wahai Syaikh….Untuk mengumumkan kepada khalayak ramai bahwa aku telah bertaubat yang sebenar-benarnya…..”
Demikianlah keberkahan membaca Sholawat atas Rosululloh SAW, ternyata tdk sia-sia bagi setiap lisan yang selalu di basahi dengan sholawat.
Kisah diatas sebagai bukti nyata Syafaat Rosululloh SAW, bahwa pembacaan sholawat dapat mengugurkan dosa-dosa yang pernah terlanjur dikerjakan oleh seseorang. Sebagaimana diterangkan dalam Hadits :
“ Diriwayatkan dari Abu Bakar As Shiddiq : belaiu berkata, bahwa sholawat kepada Nabi SAW lebih cepat menghapus dosa dari pada air dingin memdamkan api dan lebih utama dari pada memerdekakan hamba sahaya ”

( dari Kitab Bustanul Wa Idzin )


SHOLAWAT YANG DITERIMA

Di kisahkan bahwa Amir Madinah bershalawat Kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam sebanyak 4000 kali tiap hari tanpa sepengetahuan siapapun, kecuali Allah.
Suatu malam ada seorang wanita miskin melahirkan anak. Ia begitu miskin hingga tak mampu membeli lampu maupun minyak bayi. Hal ini membuat suaminya sangat sedih. Dalam kesedihannya itu, ia tertidur dan bermimpi bertemu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
“Pergi dan temuilah Amir Madinah. Katakan bahwa Nabi memerintahkannya untuk menanggung biaya sebesar 100 dinar. Tanda kebenaran berita ini adalah bacaan shalawatnya di depan jendela kuburku sebanyak 4000 kali tiap hari,” perintah Nabi Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam dalam mimpi.
Lelaki itu lalu menemui seorang Syeikh dan menceritakan mimpinya. Mereka lalu sepakat untuk pergi ke rumah Sang Amir Madinah. Setelah keduanya duduk di hadapan Amir Madinah, Sang Syeikh berkata, “Lelaki ini bermimpi tentangmu, dengarkanlah ceritanya.” “Ceritakanlah mimpimu,” kata Amir Madinah.
Lelaki miskin itu kemudian menceritakan mimpinya.
“Mimpi mu benar. Aku bersedia menanggung biaya yang di tetapkan Nabi Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam,” kata Amir Madinah.
Ia lalu bangkit mengambil 100 dinar, “Ini biaya yang harus ku tanggung.”
Ia kemudian memberikan 100 dinar lagi, “Ini Hadiah untuk kabar gembira yang kau bawa, yaitu di terimanya shalawatku oleh Nabi Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam.”
Ia menyerahkan 100 dinar lagi. “Ambillah ini, belanjakanlah untuk keperluan keluargamu dan bayi yang baru lahir,” kata sang Amir.
Perhatikanlah keikhlasan Amir Madinah dalam beribadah. Ia bershalawat kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Nabi Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam merasa senang dan memberinya kabar gembila di dunia.
Sedangkan kita, mengapa jika kita bershalawat atau bersedekah tidak melihat tanda-tanda pengabulan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. MENGAPA?
Aku tidak melihat sebab lain, kecuali tebalnya hijab, karena kita melakukan hal – hal yang tidak pantas. Yaitu hal – hal yang menjauhkan kita dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala…

Rabu, 06 Maret 2013

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DI MASA RASULULLAH:

  1. A.    Pendahuluan
Perlu diketahui bersama, sisi gelap dalam pola pendidikan yang dirumuskan oleh Amerika dan Eropa yaitu minimnya muatan nilai ruhiyah, dan lebih mengedepankan logika materialisme serta memisahkan antara agama dengan kehidupan yang dalam hal ini sering disebut paham Sekulerisme. Implikasi yang bisa dirasakan namun jarang disadari adalah adanya degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa. Banyak kasus buruk dunia pendidikan yang mencuat dipermukaan dimuat oleh beberapa media massa cukup meresahkan semua pihak yang peduli terhadap masa depan pendidikan bangsa yang lebih baik.
Periode klasik merupakan masa gemilang (the golden age) bagi umat Islam. Pada masa tersebut umat Islam berhasil dalam berbagai aspek kehidupan. Agama Islam memberikan motivasi yang sangat jelas agar pemeluknya berkarya untuk mencapai kemajuan dan kejayaan. Kemajuan dan kejayaan tersebut tidak mungkin bisa tercapai tanpa ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan tidak mungkin bisa diperoleh tanpa proses pendidikan.
Dalam proses pendidikan ini, menurut catatan sejarah, ketika Islam baru lahir di kota Mekkah, keadaan masyarakat Arab masih banyak sekali yang buta huruf. Bilangan yang mampu menulis dan membaca masih terlalu sedikit yakni sekitar 17 orang. Melihat kondisi masyarakat Arab tersebut, Islam memberikan dorongan yang sangat urgen untuk mengadakan reformasi dalam bidang pendidikan.
Reformasi yang dimaksudkan adalah perubahan sistem Jahiliyah kepada masyarakat Islam yang beradab. Masyarakat Arab mempunyai peradaban dan kebudayaan yang sangat tinggi setelah mereka mengambil Islam sebagai way of life dalam sistem kehidupan mereka. Dengan demikian, mereka memperoleh kejayaan dan kemajuan dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Proses terjadinya reformasi yang menyebabkan kemajuan tersebut tidak pernah lepas dari usaha keras dan kuat, pantang menyerah dan selalu berorientasi ke depan. Salah satu usaha tersebut adalah berlangsungnya proses pendidikan yang sangat baik yang pernah dilakukan dan ditanamkan oleh Rasulullah.
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal terkait dengan konsep pendidikan Islam pada masa Rasulullah baik itu pada periode Makkah maupun pada periode Madinah.

  1. B.     Model Pendidikan Islam Masa Rasulullah
Sejarah pendidikan Islam pada hakekatnya tidak terlepas dari sejarah Islam. Sejarah, dalam bahasa Arab disebut tarikh yang berarti keterangan yang telah terjadi di kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada.[1] Sejarah mengungkapkan peristiwa-peristiwa masa silam, baik peristiwa sosial, politik, ekonomi, maupun agama dan budaya dari suatu bangsa, negara atau dunia.
Sejarah pendidikan Islam memberikan arah kemajuan yang pernah dialami dan dinamismenya sehingga pembangunan dan pengembangan itu tetap berada dalam kerangka pandangan yang utuh dan mendasar. Sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu, dan pengertian mengenai hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.[2] Secara garis besar, Harun Nasution membagi sejarah Islam dalam tiga perriode, yaitu periode klasik, pertengahan dan modern.[3] Dan masa hidupnya Nabi Muhammad Saw (571-632 M), merupakan periode pembinaan pendidikan Islam.
Pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam pada zaman Nabi tersebut dapat dibedakan menjadi 2 tahap, baik dari segi waktu dan tempat penyelenggaraan, maupun dari segi isi dan materi pendidikannya, yaitu : (1) tahap/fase Makkah, sebagai awal pembinaan pendidikan Islam, dengan Makkah sebagai pusat kegiatannya, (2) tahap/fase Madinah, sebagai fase lanjutan pembinaan/pendidikan Islam dengan Madinah sebagai pusat kegiatannya.[4]
  1. Pelaksanaan Pendidikan Islam di Makkah
Nabi Muhamad SAW adalah orang yang teguh mempertahankan tradisi Nabi Ibrahim, tabah dalam mencari kebenaran hakki, menjatuhkan diri dari keramaian dan sikap hedonisme dengan berkontemplasi (ber-tahannus) di Gua Hira. Pada tanggal 17 Ramandhan turunlah wahyu Allah yang pertama, surat al-Alag Ayat 1-5 sebagai fase pendidikan Islam Makkah.
Pendidikan Islam terjadi sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul Allah di Makkah dan beliau sendiri sebagai gurunya. Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama di Gua Hira di Makkah pada tahun 610 M.dalam wahyu itu termaktub ayat al-qur’an yang artinya: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam). Dia menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu maha pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya.[5]
Pendidikan Islam mulai dilaksanakan Rasulullah setelah mendapat perintah dari Allah agar beliau menyeru kepada Allah, sebagaimana yang termaktub dalam A-Qur’an surat Al-Mudatstsir ayat 1–7. Dalam surat Al-Mudatstsir ini bahwa ” bangun (menyeru)” berarti mengajak dan mengajak berarti mendidik.[6] Adapun Bahan/materi pendidikan tersebut diturunkan secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit.
Setelah banyak orang memeluk Islam, lalu Nabi menyediakan rumah Al- Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya.[7] di tempat itulah pendidikan Islam pertama dalam sejarah pendidikan Islam.disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama Islam kepada sahabat-sahabatnya dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) alqur’an kepada para pengikutnya serta Nabi menerima tamu dan orang-orang yang hendak memeluk agama Islam atau menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Bahkan disanalah Nabi beribadah (sholat) bersama sahabat-sahabatnya.[8]
Dalam masa pembinaan pendidikan agama Islam di Makkah Nabi Muhammad juga mengajarkan al Qur’an karena al-Qur’an merupakan inti sari dan sumber pokok ajaran Islam. Disamping itu Nabi Muhamad SAW, mengajarkan tauhid kepada umatnya.[9] Intinya pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah ialah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia, supaya mempergunakan akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta seagai anjuran pendidikan ‘aqliyah dan ilmiyah.
Pembinaan pendidikan Islam pada masa Makkah meliputi:
a)      Pendidikan Keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama selain-Nya.
b)      Pendidikan Aqliyah dan Ilmiah, Yaitu mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
c)      Pendidikan akhlak dan budi pekerti, yaitu Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
d)     Pendidikan jasmani atau kesehatan, yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman.[10]
Secara lebih sederhana, Pendidikan Islam yang dilakukan Nabi Muhammad di Makkah merupakan  prototype yang bertujuan untuk membina pribadi Muslim agar menjadi kader yang berjiwa kuat dan dipersiapkan menjadi masyarakat Islam, mubaligh dan pendidik yang baik. Pada periode ini dilakukan dengan 3 tahapan. Yaitu: 1). Secara rahasia dan perorangan; 2). Secara terang-terangan, dan 3). Pendidikan Islam untuk umum. Adapun materi yang disampaikan adalah tentang ketuhanan (tauhid) dan juga tentang Al Qur’an dan segala kandungannya.
  1. Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah di Madinah
Berbeda dengan periode di Makkah, pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad juga mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara.
Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan Islam di Madinah adalah sebagai berikut:
a)    Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik. Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
1)        Nabi Muhammad saw. mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan antar suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan diantara mereka. Nabi mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula diantara sesama Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.[11]
2)        Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.
3)        Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dalam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakan pendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial, baik secara materil maupun moral.
4)        Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat Juma’t yang dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat jum’at tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari Nabi Muhammad SAW dan shalat jama’ah jum’at.
Rasa harga diri dan kebanggaan sosial tersebut lebih mendalam lagi setelah Nabi Muhammad SWA menapat wahyu dari Allah untuk memindahkan kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram Makkah, karena dengan demikian mereka merasa sebagai umat yang memiliki identitas.[12]
Setelah selesai Nabi Muhammad mempersatukan kaum muslimin, sehingga menjadi bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi, penduduk Madinah. Dalam perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabat dengan kaum muslimin, tolong- menolong , bantu-membantu, terutama bila ada seranga musuh terhadap Madinah. Mereka harus memperhatikan negri bersama-sama kaum Muslimin, disamping itu kaum Yahudi merdeka memeluk agamanya dan bebas beribadat menurut kepercayaannya. Inilah salah satu perjanjian persahabatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.[13]
b)        Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan. Materi pendidikan sosial dan kewarnegaraan Islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun Selama periode Madinah.
Tujuan pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur, pokok-pokok pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di Madinah saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab maupun dalam kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
c)         Pendidikan anak Masa Rasulullah
Dalam Islam, anak merupakan pewaris ajaran Islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad saw dan generasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan Islam ke seluruh penjuru alam. Oleh karenanya banyak peringatan-peringatan dalam Al-qur’an berkaitan dengan itu. Diantara peringatan-peringatan tersebut antara lain:
(1)     Pada surat At-Tahrim ayat 6 terdapat peringatan agar kita menjaga diri dan anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari kehancuran (api neraka).
(2)     Pada surat An-Nisa ayat 9, terdapat agar janagan meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup.
(3)     Pada surat Al-Furqan ayat 74, Allah SWT memperingatkan bahwa orang yang mendapatkan kemuliaan antara lain adalah orang-orang yang berdo’a dan memohon kepada Allah SWT, agar dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati.[14] Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak dalam Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam surat Luqman ayat 13-19 adalah: (a). Pendidikan Tauhid; (b). Pendidikan Shalat; (c). Pendidikan adab sopan dan santun dalam bermasyarakat, (d). Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga; (e). Pendidikan kepribadian; (f). Pendidikan kesehatan; dan (g).  Pendidikan akhlak.[15]

  1.  Kurikulum  & Metode Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah SAW
Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka.[16] Selain itu, kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai pendidikan.[17] M. Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan.[18]
S. Nasution menyatakan, ada beberapa penafsiran lain tentang kurikulum. Diantaranya: Pertama, kurikulum sebagai produk (hasil pengembangan kurikulum), Kedua, kurikulum sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari oleh siswa (sikap, keterampilan tertentu), dan Ketiga, kurikulum dipandang sebagai pengalaman siswa.[19]
Pengertian kurikulum dalam pandangan modern merupakan program pendidikan yang disediakan oleh sekolah yang tidak hanya sebatas bidang studi dan kegiatan belajarnya saja, akan tetapi meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan pribadi siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan sehingga dapat meningkatkan mutu kehidupannya yang pelaksanaannya tidak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah.[20]
Jika diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam, melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam hal ini proses pendidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu kepada konseptualisasi manusia paripurna (insan kamil) yang strateginya telah tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan Islam.[21]
Sistem pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi, sebab selain Nabi tidak ada yang mempunyai otoritas untuk menentukan materi-materi pendidikan Islam. Materi pendidikan Islam pada masa Rasulullah dapat dibedakan menjadi dua periode:
  1. 1.      Periode Makkah
a.         Materi yang diajarkan hanya berkisar pada ayat-ayat Makiyyah sejumlah 93 surat dan petunjuk-petunjuknya yang dikenal dengan sebutan sunnah dan hadits.
b.         Materi yang diajarkan menerangkan tentang kajian keagamaan yang menitikberatkan pada keimanan, ibadah dan akhlak.
  1. Periode Madinah
Pada fase Madinah materi pendidikan yang diberikan cakupannya lebih kompleks dibandingkan dengan materi pendidikan fase Makkah. Di antara pelaksanaan pendidikan Islam di Madinah adalah:
a)      Upaya pendidikan yang dilakukan Nabi pertama-tama membangun lembaga masjid, melalui masjid ini Nabi memberikan pendidikan Islam.
b)      Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antara kaum muslimin. Dalam melaksanakan melaksanakan pendidikan ini, Rasulullah bertitik tolak dari struktur kekeluargaan yang ada pada masa itu.
c)      Pendidikan kesejahteraan sosial. Terjaminya kesejahteraan sosial, tergantung pertama-tama pada terpenuhinya kebutuhan pokok dari pada kehidupan sehari hari. Untuk itu setia orang harus bekerja mencari nafkah, untuk mengatasi masalah pekerjaan tersebut, Rasulullah memerintahkan kepada kaum Muhajirin bekerjasama dengan kaum Ansor.
d)     Pendidikan kesejahteraan kaum kerabat. Yang dimaksud dengan keluarga adalah suami, istri, dan anak-anaknya. Rasulullah berusaha untuk memperbaiki keadaan itu dengan memperkenalkan dan sekaligus menerapkan sistem kekeluargaan kekerabatan baru, yang berdasarkan takwa kepada Allah.
e)         Pendidikan HANKAM (pertahanan dan Keamanan) dakwah Islam. Masyarakat kaum muslimin merupakan suatu state (negara) di bawah bimbingan Rasulullah yang mempunyai kedaulatan. Ini merupakan dasar bagi usaha dakwahnya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia secara bertahap.
Adapun metode yang diterapkan dan dikembangkan oleh Nabi dalam menyampaikan materi yang ada adalah:
1)     Dalam bidang keimanan: melalui tanya jawab dengan penghayatan yang mendalam dan di dukung oleh bukti-bukti yang rasional dan ilmiah.
2)     Materi ibadah : disampaikan dengan metode demonstrasi dan peneladanan sehingga mudah didikuti masyarakat.
3)     Bidang akhlak: Nabi menitikberatkan pada metode peneladanan. Nabi tampil dalam kehidupan sebagai orang yang memiliki kemuliaan dan keagungan baik dalam ucapan maupun perbuatan.[22]
Dengan demikian, pendidikan pada masa Rasulullah ketika di Makkah, bertempat di rumah Rasul sendiri, rumah al-Arqam bin Abi Arqam, kuttab (rumah guru, halaman/pekarangan mesjid), Inti materi yang diajarkan;  keimanan, ibadah dan akhlak, juga  baca-tulis dan  berghitung untuk  tingkat dasar, al-Quran,  dasar-dasar agama  untuk  tingkat lanjut. Guru disebut muallim  atau muaddib,  serta tidak dibayar,  dan  bagi  tingkat dasar gurunya  non muslim.  Pada saat Islam datang hanya 17 orang Qurasy yang bisa baca tulis.  Sedangkan ketika di Madinah  tempat belajar  ditambah  mesjid, materi yang diajarkan ditambah;  pendidikan kesehatan dan kemasyarakatan.  Sistemnya  halaqah. Metodenya;  tanya-jawab, demontrasi dan  uswah hasanah, murid disebut dengan  ashhabush shuffah.[23] Menurut sebagian ahli, suffah ini dianggap sebagai universitas Islam pertama, the first Islamic university.[24]
Metode yang digunakan Rasulullah dalam mendidik sahabatnya antara lain: (1) metode ceramah, menyampaikan wahyu yang baru diterimanya dan memberikan penjelasan-penjelasanserta keterangan-keterangannya; (2) dialog, misalnya dialg antara Rasulullah dengan Mu’az ibn Jabal ketika Mu’az akan diutus sebagai kadi ke negeri Yaman; (3) diskusi ata tanya jawab, sering sahabat bertanya kepada Rasulllah tentang suatu hukaum, kemudian rsul menjawab; (4) metode perumpamaan, misalnya orang mukmin itu laksana satutubuh, bila sakit salah satu anggota tubuh maka anggota tubuh lainnya akan turut merasakannya; (5)metode kisah, misalnya kisah beliau dalam perjalanan isra’ dan miraj; (6) metode pembiasaan, membiasakan kaum muskimin shalat berjamaah; (7) metode hafalan, misalnya para sahabat dianjurkan untuk menjaga al-Qur’an dengan menghafalnya.
  1. Kebijakan Rasulullah dalam Bidang Pendidikan
Rasulullah SAW., sebagai suri teladan dan rahmatan lil’alamin bagi orang yang mengharapkan rahmat dan kedatangan hari kiamat banyak menyebut Allah (al-ahzhab: 21) adalah pendidik pertama dan terutama dalam dunia pendidikan Islam. Proses transformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukan Rasulullah dapat dikatakan sebagai mukjizat luar biasa, yang manusia apa dan di mana pun tidak dapat melakukan hal yang sama.
Untuk melaksanakan fungsi utamanya sebagai pendidik, Rasulullah telah melakukan serangkaian kebijakan yang amat strategis serta sesuai dengan situasi dan kondisi yang melingkupi pada saat itu
Proses pendidikan pada zaman Rasulullah berada di Makkah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal yang demikian belum di mungkinkan, karena pada saat itu Nabi Muhammmad belum berperan sebagai pemimipin atau kepala Negara, bahkan beliau dan para pengikutnya berada dalam bayang-bayang ancaman pembunuhan dan kaum kafir Quraisy. Selama di Makkah pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara sembunyi-sembunyi. Diantaranya yang terkenal adalah rumah Al- Arqam. Langkah yang bijak dilakukan Nabi Muhammad SAW pada tahap awal Islam ini adalah melarang para pengikutnya untuk menampakkan keIslamannya dalam berbagai hal. Tidak menemui mereka kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka.
Setelah masyarakat Islam terbentuk di Madinah, barulah pendidikan Islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum. Adapun kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammad ketika di Madinah adalah:
  1. Membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah.[25] Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan beberapa sahabat seperti al Hakam Ibn Sa’id untuk mengajar pada sebuah kuttab ketika Nabi Muhammad SAW berada di Madinah[26].
  2. Mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan damai.[27]

  1. E.     Analisis
Sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul sebagai tanda datangnya Islam sampai sekarang telah berjalan sekitar 14 abad lamanya. Harun Nasution membagi sejarah Islam dalam tiga periode. Pertama, periode klasik antara tahun 650-1250 M. kedua, periode pertengahan antara tahun 650-1800 M. Ketiga periode modern dimulai sejak tahun 1800 M. Dan pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang dimulai sejak periode klasik yakni mulai terutusnya Nabi Muhammad Sebagai Rasul Allah.
Pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad merupakan prototype yang terus menerus dikembangkan umat Islam untuk kepentingan pendidikan pada zamannya. Nabi Muhammad melakukan pendidikan Islam setelah mendapat perintah dari Allah sebagaimana termaktub dalam surat Al-Mudasir ayat 1-7.
Pada masa awal pendidikan Islam ini tentu saja pendidikan formal yang sistematis belum terselenggara dan pendidikan formal baru muncul pada masa belakangan yakni dengan kebangkitan madrasah. Permulaan pendidikan Islam bisa ditemukan di Mekah pada zaman Rasulullah. Nabi Muhammad menyiarkan konsep perubahan radikal, hubungan dan sikap masyarakat Arab yang menjadi mapan sampai saat ini. Perubahan itu sejalan dengan ajaran Islam yang memerlukan kreatifitas baru secara kelembagaan untuk meneruskan kelangsungan dan perkembangan agama Islam.
Nabi Muhammad membangkitkan kesadaran manusia terhadap pentingnya pengembangan bidang keilmuan atau pendidikan. Memang perintah Allah kepada Nabi Muhammad adalah untuk membuka pintu gerbang pengetahuan bagi manusia dengan mengajari atau mendidik. Nabi Muhammad  sebagai seorang yang diangkat sebagai pengajar atau pendidik Islam (mu’allim). Disamping itu beliau diperintahkan oleh Allah untuk menyebarkan pesan-pesan Allah yang terkandung dalam al-Qur’an. Dapat dikatakan bahwa Nabi Muhammad aalah pengajar atau pendidik muslim pertama.
Pada masa ini pendidikan Islam diartikan pembudayaan ajaran Islam yaitu memasukkan ajaran-ajaran Islam dan menjadikannya sebagai unsur budaya banga Arab dan menyatu kedalamnya. Dengan pembudayaan ajaran Islam ke dalam sistem dan lingkungan budaya bangsa arab tersebut, maka terbentuklah sistem budaya Islam dalam lingkungan budaya bansga Arab.
Dalam proses pembudayaan ajaan Islam ke dalam lingkungan budaya bangsa Arab berlangsung dengan beberapa cara. Ada kalanya Islam mendatangkan sesuatu ajaran bersifat memperkaya dan melengkapi unsur budaya yang telah ada dengan menambahkan yang baru. Ada kalanya Islam mendatangkan ajaran yang sifatnya bertentangan sama sekali dengan unsur budaya yang telah ada sebelumnya yang sudah menjadi adat istiadat. Ada kalanya Islam mendatangkan ajarannya bersifat meluruskan kembali nilai-nilai yang sudah ada yang praktiknya sudah menyimpang dari ajaran aslinya.
Sebelum timbulnya sekolah dan universitas, yang kemudian dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan yang bersifat non formal. Pada zaman permulaan Islam berdiri, sistem pembelajaran disampaikan di rumah-rumah, dimulai dari rumah rasulullah Saw itu sendiri dan berlanjut ke rumah para sahabat, yang kemudian dikenal dengan sebutan Dar al-Arqam.[28] Selanjutnya perkembangan sistem pendidikan Islam berkembang pesat, dan penyebarannya melalui kuttab[29] (tempat tinggal) dan masjid dengan sistem  kelompok belajar yang disebut halaqah. Halaqah masjid inilah yang dikatakan sebagai pendidikan tinggi (higher learning), sedangkan lembaga (masjid)-nya sebagai mosque college.[30]
Gambaran dan pola pendidikan Islam di periode Rasulullah SAW. Di Makah dan Madinah adalah sejarah masa lalu yang perlu kita ungkapkan kembali, sebagai bahan perbandingan, sumber gagasan, gambaran strategi menyuseskan pelaksanaan proses pendidikan Islam. Pola pendidikan di masa Rasulullah SAW., tidak terlepas dari metode, evaluasi, materi, kurikulum, pemdidikan, peserta didik, lembaga, dasar, tujuan dan sebagainya yang bertalian dengan pelaksanaan pendidikan Islam, baik secara teoritis maupun praktis.
Kondisi sosiokultural masyarakat pra-Islam. Terutama pada masyarakat Makkah dan Madinah sangat mempengaruhi pola pendidikan periode Rasulullah di Makah dan Madinah. Secara kuantitas orang-orang yang masuk Islam pada fase Makkah lebih sedikit daripada orang-orang yang masuk Islam pada fase Madinah. Hal tersebut di antaranya disebabkan oleh watak dan budaya nenek moyang mereka sedangkan masyarakat Madinah lebih mudah dimasuki ajaran Islam karena kondisi masyarakat, khususnya Aus dan Khazraj, sangat membutuhkan seorang pemimpin, untuk melenturkan pertikaian sesama mereka dan sebagai “pelindung” dari ancaman kaum Yahudi, disamping sifat penduduknya yang lebih ramah yang dilator belakangi kondisi geografis yang lebih nyaman dan subur.
Pendidikan Islam adalah hal yang sangat dibutuhkan hari ini oleh generasi kita, dan merupakan fokus pendidikan modern dalam dunia Muslim saat ini. Investasi dalam pengembangan sumberdaya manusia adalah investasi yang paling menjanjikan yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Sejarah telah memperlihatkan bahwa mesin dan teknologi tidak bisa menyerang jiwa manusia ketika jiwa tersebut sudah dipenuhi oleh tujuan hidup yang jelas dan ketekunan diri. Tujuan inti dari pendidikan sebetulnya adalah untuk mencetak orang-orang yang punya komitmen yang jelas dalam hidup.[31]
Visi pendidikan Islam telah membuat perbedaan tegas antara mengajarkan “hal-hal tentang Islam” (informatif) dan “bagaimana menjadi Muslim sejati” (transformatif). Tujuan dari pendidikan Islam bukanlah untuk memberi informasi tentang Islam kepada anak didik saja, tetapi lebih menekankan bagaimana menjadi seorang muslim dan memberi mereka inspirasi sehingga ilmu tersebut bisa ditransformasikan dalam kehidupan mereka. Adanya perubahan paradigma dari pendidikan yang berorientasi pada informasi ke pendidikan yang berorientasi pada transformasi adalah esensial untuk dilakukan jika kita benar6benar berharap membangun paradigma baru pendidikan bagi pembangunan masyarakat muslim ideal.
Pada masa jahiliyah wanita punya hak belajar, ada yang menjadi penulis, atau penyair. Pada permulaan Islam, hak wanita makin berkembang sehingga banyak wanita terpelajar yang menguasai berbagai macam disiplin ilmu.[32]
  1.                               1.            Yang pandai baca tulis, Sayyidah Hafsah istri Nabi SAW, dan Aisyah binti Saad.
  2.                               2.            Yang memahami ilmu-ilmu agama dan mengajarkannya: Aisyah binti Abu Bakar,    Tarfah binti Abdul Aziz bin Musa, dan Ummul Muayyid Zainab binti Sha’ri.
  3.                               3.            Perawi Hadits: Karimah al-Marwaziyah, dan Saidatul Wuzara.
  4.                               4.            Sastrawan  (penyair, kritikus sastra): Aisyah binti Abu Bakar, Al-Khunsa, Sayyidah Sakinah binti Husein, Aisyah binti Thalhah, Aliyah binti al-Mahdi, Aisyah binti Ahmad bin Qadim, Lubna, Fadhal, dan Ummul Muayyid Zainab binti Sha’ri.
  5.                               5.            Kedokteran: Aisyah binti Abu Bakar, Ummu Hasan, Zainab dari Bani Awad, (dokter mata), Ukhtu al-Hafizh bin Zahar (ahli keperawatan wanita).
  6. Kesimpulan
Mengindentifikasikan Konsep pendidikan pada zaman Rasulullah terasa sulit, sebab Rasul mengajar pada sekolah kehidupan yang luas tanpa di batasi dinding kelas. Rasulullah memanfaatkan berbagai kesempatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan dan rasulullah menyampaikan ajarannya dimana saja seperti di rumah, di masjid, di jalan, dan di tempat-tempat lainnya.
Kurikulum pendidikan Islam pada periode Rasulullah baik di Makkah maupun Madinah adalah al-Qur’an yang Allah wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat Islam pada saat itu, Karena itu dalam praktiknya tidak saja logis dan rasional, tetapi juga fitrah dan pragmatis. Hasil cara yng demikian dapat dilihat dari sikap rohani dan mental para pengikutnya.
Pendidikan pada masa Rasulullah ketika di Makkah, bertempat di rumah Rasul sendiri, rumah al-Arqam bin Abi Arqam, kuttab (rumah guru, halaman/pekarangan mesjid), Inti materi yang diajarkan;  keimanan, ibadah dan akhlak, juga  baca-tulis dan  berghitung untuk  tingkat dasar, al-Quran,  dasar-dasar agama  untuk  tingkat lanjut. Guru disebut muallim  atau muaddib,  serta tidak dibayar,  dan  bagi  tingkat dasar gurunya  non muslim.  Sedangkan ketika di Madinah tempat belajar ditambah mesjid, materi yang diajarkan ditambah pendidikan kesehatan dan kemasyarakatan.  Sistemnya halaqah. Metodenya; tanya-jawab, demontrasi dan uswah hasanah, murid disebut dengan  ashhabush shuffah.


[1] Munawar Cholil, Kelengkaan Tarikh Nabi Muhammad Saw, (Jakarta: Bulan Bintang, 1969), hal. 15
[2] Sayyid Quthub, Konsepsi Sejarah Dalam Islam, terj. Nabhan Husein, (Jakarta: Al-Amin, tt, h), Hal. 18
[3] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 11
[4] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, cet.9, 2008). hal. 14-18
[5] (Q.S. Al-Alaq: 1-5)
[6] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1997), hal. 12. Surat Al Mudatssir: 1-7  yang artinya: Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan  pakaianmu bersihkanlah. dan  perbuatan dosa tinggalkanlah. dan janganlah kamu member (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. dan untuk (memenuhi  perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
[7] Setelah turunnya ayat dalam surat  al-„Alaq  ayat 1-6 sebagai representasi perintah belajar, wahyu Allah berikutnya perintah mengajar, yaitu Surat al-Mudatsir: 1 – 7. Setelah turun ayat ini Rasulullah saw mulai mengajar shahabatnya, dan jumlah yang belajar selama 3 tahun setelah kenabian; 53 orang, laki-laki 43 dan wanita 10 orang, Nabi bersama orang yang beriman belajar di rumahnya Al-Arqam bin Abi Arqam.
[8] H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, Persada, 2008). Hal 6
[9] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, .. Hal 28
[10] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, .. Hal. 27
[11] H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, … Hal 26
[12] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, ..hal 37
[13] H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan IslamHlm. 16
[14] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, ..hal 55
[15] H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan IslamHlm. 18
[16] Omar Mohammad Al-Toumy A-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Terj.Hassan Langgulung), (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), Hal, 478.
[17] Zakiyah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet.ke-3, Hal. 122.
[18] HM, Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Hal, 183.
[19] S.Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara,1994), Cet.I, hal, 5-9.
[20] H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), Cet. Ke-5, hal. 152.
[21] H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam… hal. 152
[22] Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. (Bandung: Penerbit Angkasa,2005). Hal 135-136
[23]  Ashabush Suffah  adalah orang (sahabat)  yang belajar di sudut-sudut masjid atau bilik-bilik yang berhubungan langsung dengan masjid, yang selanjutnya disebut suffah . Lihat dalam Samsul Nizar, Sejarah PendidikanIslam: Menelusuri Jejak Sejarah Era Rasulullah Sampai Indonesia. (Jakarta: Kencana, 2007), cet. ke-1. Hlm. 5-22. Lihat juga dalam Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, (Bandung: Mizan, 1994), cet. ke-1. Hlm. 27
[24] Moh. Untung Slamet, Muhammad Sang Pendidik, (Semarang: Pustaka Rizki Putera, 2005), hlm. 44
[25] Masjid pada masa Islam permulaan mempunyai fungsi yang jauh lebih bervariasi dibandingkan fungsinya sekarang karena selain mempunyai fungsi utama sebagai tempat pembinaan ketaqwaan dan beribadah, pembangunan masjid di Madinah oleh Nabi Muhammad SAW juga difungsikan sebagai tempat belajar. Di masjid pula Nabi Muhammad SAW menyediakan ruang khusus bagi para sahabat Beliau yang miskin,yang kemudian terkenal dengan sebutan ahl al suffah/ashab al suffah. Mereka tinggal menetap di emperan Masjid yang difungsikan sebagai “sekolah” untuk belajar membaca dan memahami agama. Di sana mereka juga mengkaji dan mempelajari al Qur’an, kemudian melakukan rihlah (perjalanan ilmiah), ke seluruh penjuru dunia untuk mengajarkan al Qur’an kepada umat manusia. Lihat dalam  Moh. Untung Slamet, Muhammad Sang Pendidik, …  hlm. 44
[26] Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 24.  Materi yang diajarkan di kuttab periode Madinah ini tidak berbeda dengan yang diajarkan di Makkah. Pelajaran baca-tulis menjadi materi pokok bagi pelajar yang ada di kuttab. Materi pelajaran baca-tulis ini berkisar pada puisi dan pepatah-pepatah Arab. Pelajaran membaca al Qur’an tidak diberikan di kuttab, tetapi di Masjid dan di rumah-rumah. Namun begitu, seiring berjalannya waktu, al Qur’an juga diajarkan di kuttab.
[27] H.Abuddin Nata, Pendidikan Islam Perspektif Hadits. (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005).  hal 24
[28] Dar al-Arqam adalah rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam, yang digunakan rasulullah Saw sebagai tempat belajar dan tempat pertemuan dengan para sahabat dan pengikutnya. Dalam perkembangannya dikenal dengan sistem pendidikan dar al-Arqam. Lihat Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988), h. 14
[29] Kuttab adalah tempat belajar yang teletak di rumah guru. Para murid berkumpul di rumah tersebut untuk menerima pelajaran. Kuttab bisa berarti pula tempat terbuka di luar rumah-bisa berupa lapangan di sekitar masjid ataupun taman umum tempat guru mengajar. Lihat Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), hal. 7. Baca pula Mehdi Nakosteen, Konstribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, alih bahasa Joko S. Kahhar dan Supriyanto, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), Cet. I, hal. 62
[30] Hal ini senada dengan pendapatnya Geoge Makdisi dalam The Rise of Colleges Institutions of Learning in Islam and West, (Eidenburgh: Eidenburgh University Press, 1981), h. 21
[31] M. Zainuddin, Paradigma Pendidikan Islam Holistik  dalam Ulumuna  Volume XV Nomor 1 Juni 2011. Lihat dalam http://www.iainmataram.ac.id/files/04_Paradigma%20Pendidikan%20Islam%20Holistik_ M.%20Zainuddin.pdf  (Diakses pada 05 Maret 2012). Untuk mewujudkan pendidikan yang holistik, Wilayah pertama yang perlu direformasi adalah visi atau  kerangka konseptual pendidikan secara menyeluruh. Pendidikan bermula dari prinsip  tauhîd (keutuhan dan keterpusatan pada Tuhan). Hal inilah yang menjadi dasar pijakan dalam pandangan dunia pendidikan. Prinsip  tauhîd mencakup konsep filosofis maupun metodologis yang terstruktur dan koheren terhadap pemahaman kita terhadap dunia dan seluruh aspek kehidupan. Tauhîd mengajarkan kita untuk menghimpun pandangan yang holistik, terpadu, dan komprehensif terhadap pendidikan.
[32] Hal ini berbeda dengan masa awal modern yang terjadi di Barat, bahwa wanita diposisikan sebagai kaum ke-2. Hak-hak mereka tidak diberikan sebagaimana hak kaum laki-laki, terutama dalam masalah pendidikan. Mereka mengatasnamakan dirinya sebagai kaum emansipasi wanita.  Lihat dalam Dedeng Rosyidin, Islam dan Pendidikan, dalam  http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/ JUR._PEND._BAHASA_ARAB/ 195510071990011-DEDENG_ROSIDIN/ISLAM_DAN_PENDIDIKAN_BARU.pdf  (diakses pada 06 Maret 2012)

pendidikan islam masa reformasi

A.    Latar Belakang
Pendidikan di era reformasi lahir sebagai koreksi, perbaikan, dan penyempurnaan atas berbagai kelemahan kebijakan pemerintahan Orde Baru yang dilakukan secara menyeluruh yang meliputi bidang pendidikan, pertahanan, keamanan, agama, sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Berbagai kebijakan tersebut diarahkan pada sifatnya yang lebih demokratis, adil, transparan, akuntabel, kredibel, dan bertanggung jawab dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, tertib, aman dan sejahtera.
Pendidikan era reformasi telah melahirkan sejumlah kebijakan strategis dalam bidang pendidikan yang pengaruhnya langsung dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas dan menyeluruh, bukan hanya bagi sekolah umum yang bernaung dibawah Kementerian Pendidikan Nasional saja, melainkan juga berlaku bagi madrasah dan Perguruan Tinggi yang bernaung di bawah Kementerian Agama.
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai sejarah pendidikan islam pada masa reformasi.
B.     Rumusan Masalah
a.       Bagaimana politik pendidikan pada masa reformasi?
b.      Bagaimana orientasi pendidikan islam pada masa reformasi?
c.       Bagaimana perkembangan pendidikan islam masa reformasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Politik Pendidikan Masa Reformasi
Politik pemerintahanan di era reformasi lebih difokuskan pada perbaikan politik dari masa Orde Baru yang dianggap merugikan masyarakat . Perbaikan politik tersebut antara lain adalah:
1.      Memberikan peluang yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengekspresikan kebebasannya, atau menumbuhkan praktek demokrasi dalam politik, ekonomi, pendidikan dan hukum. Demokrasi ini diberikan pada masyarakat karena di zaman Orde Baru peran demokrasi tersebut tidak ada.
2.      Memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengatur sebagian wewenangnya dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Otonomi Daerah.[1] Kebijakan ini ditempuh karena pada masa pemerintaha Orde Baru menempuh pendidikan yang bersifat sentralisrik, yang segala masalah harus ditentukan dan menunggu petuntuk dari pusat. Pendekatan sentralistik banyak mengandung kelemahan, yaitu memakan waktu, biaya yang tinggi, kurang memberikan peluang kepada pemerintah untuk berinovasi dan nerkreasi, serta mengatas masalah dengan cepat dan tepat sesuai dengan aspirasi yang berkembang di daerah tersebut.
3.      Mengembalikan peran dan fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) kepada tugas utamanya sebagai alat Negara, yang bukan alat penguasa dan harus bekerja secara professional. Apabila ada ABRI yang ingin menjadi anggota DPR/MPR harus melepaskan tugasnya sebagai ABRI. Selain itu ABRI juga harus melepaskan diri dari bidang politik dan bisnis.
4.      Menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), dengan cara membentuk lembaga Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KKN).
5.      Membebaskan pegawai negeri sipil dari kegiatan politik, dan menjadikan Korpri sebagai organisasi pegawai negeri yang professional, mandiri dan lepas dari pengendalian Golkar.
6.      Menciptakan suasana aman, tertib, adil dan sejahtera dengan menciptakan berbagai lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
7.      Membebaskan Negara dari beban hutang luar negeri yang melebihi kemampuan untuk membayarnya.
8.      Mengembalikan kedaulatan kepada rakyat, dengan cara menyelenggarakan pemilihan presiden, wakil presiden, gubernur, wakil gubernur, bupati dan walikota secara langsung oleh masyarakat. Pemilihannya bukan lagi oleh DPR/MPR dan DPRD, melainkan dilakukan secara langsung oleh masyarakat melalui Kepanitiaan Pemilihan Umum (KPU) dan diawasi oleh Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu).
Dengan adanya berbagai perbaikan politik pemerintahan era reformasi di atas, kehidupan masyarakat mengalami perbedaan yang sangat signifikan dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Dengan ditegakkannya demokrasi yang bebas dan bertanggung jawab, di era reformasi ini setiap lembaga penyiaran atau media masa memiliki kebebasan berbicara secara lebih luas. Berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, politik, hukum dan lainnya yang dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan dapat dibicarakan dan diperdebatkan secara terbuka. Begitupun juga dengan tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan para pejabat Negara yang melakukan korupsi, menyalahgunakan jabatannya dapat dilaporkan ke kejaksaan, polisi, da KPK. Berbagai tindakan pelaggaran hak asasi manusia baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun yang dilakukan masyarakat umumdapat dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Penegakan supermasi hukum pada era reformasi ini dilakukan tanpa pandang bulu.
Seiring dengan adanya Undang-Undang Otonomi Daerah[2], telah menimbulkan suasana kompetisi yang sehat dari masing-masing daerah untuk berkreasi dan berinovasi dalam rangka membangun daerahnya dan memajukan masyarakatnya serta mengejar ketertinggalannya dari pusat dalam segala bidang. Meskipun begitu, peran otonomi daerah masih mempunyai berbagai kekurangan, seperti adanya produk Undang-Undang dan peraturan di daerah yang berengtangan kebijakan pemerintah pusat, Undang-Undang dan peraturan yang dibuat oleh kabupaten atau walikota yang tidak sejalan dengan kebijakn pemerintah tingkat provinsi. Loyalitas antara pemerintah kabupaten atau kota kepada pemerintah tingkat provinsi juga ada yang bertentangan. Namun, dibalik semua kekurangan di atas, Undang-Undang Otonomi Daerah tersebut telah menimbulkan suasana yang kompetitif dikalangan pemarintah daerah untuk memajukan dan mengembangkan daerahnya masing-masing.
B.     Orientasi Pendidikan Islam
Sebagaimana diketahui bahwa orientasi pendidikan Islam berusaha mengubah keadaan sesorang dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak dapat berbuat menjadi dapat berbuat. Sehingga dengan pendidikan orang mengerti akan dirinya segala potensi kemanusiaanya, lingkungan masyarakat, alam sekitar dan yang lebih dari semua itu adalah dengan adanya pendidikan manusia dapat menyadari sekaligus menghayati keberadaannya di hadapan khaliknya.
Berbicara pendidikan adalah berbicara keyakinan, pandangan dan cita-cita, tentang hidup dan kehidupan manusia dari generasi kegenerasi maka pengunaan istilah “Pendidikan Islam” atau penambahan kata Islam dibelakang kata “Pendidikan” pada kajian ini meniscayakan bahwa pendidikan Islam tidak dapat dipahami secara terbatas hanya kepada “Pengajaran Islam” mengingat keberhasilan pendidikan Islam tidak cukup diukur hanya dari segi seberapa jauh anak menguasai hal-hal yang bersifat kognitf atau pengetahuan tentang ajaran agama atau bentuk-bentuk ritual keagamaan semata. Justru yang lebih penting adalah seberapa jauh tertanam nilai-nilai keagamaan tersebut dalam jiwa dan seberapa jauh pula nilai-nilai tersebut mewujud dalam sikap dan tikah laku sehari-hari.
Berangkat dari fenomena inilah menarik untuk ulasan selanjutnya perlu dijabarkan bagaimana konsep pendidikan Islam dalam bingkai Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Islam itu sendiri :
Pengertian Pendidikan Islam
Berangkat dari pemikiran bahwa suatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan mempunyai arti apa-apa. Ibarat seseorang yang bepergian tak tentuh arah maka hasilnya adalah tak lebih dari pengalaman selama perjalanan. Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha yang dilakukan sehingga dalam penerapannya ia tak kehilangan arah dan pijakan. Namun sebelum masuk pada pembahasan mengenai fungsi dan tujuan Pendidikan Islam terlebih dahulu perlu dijelaskan apa pengertian Pendidikan Islam.
Pengertian pendidikan Islam yaitu sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya: beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran Al-qur’an dan Sunnah, maka tujuan dalam konteks ini terciptanya insan kamil setelah proses pendidikan berakhir.[3]
Prof. H. Muhamad Daud Ali, S.H. berpendapat bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai-nilai yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat.[4]  Proses pemindahan nilai itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah:
pertama melalui pengajaran yaitu proses pemindahan nilai berupa (Ilmu) pengetahuan dari seorang guru kepada murid-muridnya  dari suatu generasi kegenerasi berikutnya.
kedua melalui pelatihan yang dilaksanakan dengan jalan membiasakan seseorang melakukan pekerjaan tertentu untuk memperoleh keterampilan mengerjakan pekerjaan tersebut.
ketiga melalui indoktrinnasi yang diselenggarakan agar orang meniru atau mengikuti apa saja yang diajarkan orang lain tanpa mengijinkan si penerima tersebut mempertanyakan nilai-nilai yang diajarkan.
Terkadang apabila ingin membahas seputar Islam dalam Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat menarik terutama dalam kaitannya dengan upaya pembangunan Sumber Daya Manusia muslim, sebagaimana Islam di pahami sebagai pegangan hidup yang diyakini mutlak kebenarannya akan merai arah dan landasan etis serta moral pendidikan, atau dengan kata lain hubungan antara Islam dan pendidikan bagaikan dua sisi keping mata uang. Artinya, Islam dan pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar baik secara ontologis, epistimologis maupun aksiologis.
Pemikiran di atas sejalan dengan falsafah bahwa sebuah usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan mempunyai arti apa-apa. Ibarat seseorang yang bepergian tak tentu arah maka hasilnya adalah tidak lebih dari pengalaman selama perjalanan. Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha yang dilakukan sehingga dalam penerapannya ia tak kehilangan arah dan pijakan. Namun sebelum masuk dalam pembahasan mengenai fungsi dan tujuan pendidikan Islam terlebih dahulu perlu dijelaskan apa pengertian Pendidikan Islam itu sendiri.
Zarkowi Soejati dalam makalahnya yang berjudul “Model-model Perguruan Tinggi Islam”  mengemukakan pendidikan Islam paling tidak mempunyai tiga pengertian. Pertama; lembaga pendidikan Islam itu pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat mengejawantahkan nilai-nilai Islam yang tercermin dalam nama lemabaga pendidikan itu dan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan.
Kedua; lembaga pendidikan memberikan perhatian dan menyelenggarakan kajian tentang Islam yang tercermin dalam program sebagai ilmu yang diperlukan seperti ilmu-ilmu lain yang menjkadi program kajian lembaga pendidikan Islam yang bersangkutan.
Ketiga; mengandung kedua pengertian di atas dalam arti lembaga tersebut memperlakukan Islam sebagai sumber nilai bagi sikap dan tingkah laku yang harus tercermin dalam penyelenggaraannya maupun sebagai bidang kajian yang tercermin dalam program kajiannya.[5]
Konsep pendidikan Islam sebagaimana dikemukakan Zarkowi Soejati tersebut, terkesan sederhana dan belum terlalu luas cakupannya, namun paling tidak konsep ini bisa diterapkan dalam upaya peningkatan sumberdaya manusia melalui pencerminan penyelenggaraan pendidikan dan program kajian yang bernuansa Islami dalam proses pemindahan nilai-nilai yang dimiliki dan dapat dibawah ke-masyarakat.
Adapun pendapat lain mengatakan bahwa pengertian pendidikan Islam yaitu sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya : beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran Al-qur’an dan As-sunnah, maka tujuan dan konteks ini terciptanya manusia seutuhnya “Insan Kamil”, setelah proses pendidikan berakhir.
Sebagaimana di tegaskan dalam Al-qur’an :
Artinya :
“Sesunggunya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.”
Dalam artian bahwa pendidikan Islam adalah proses penciptaan manusia yang memilki kepribadian serta berakhlakul karimah “Akhlak Mulia” sebagai makhluk pengemban amanah di bumi.
Maka Pendidikan Islam adalah pendidikan yang mampu menyiapkan kader-kader khalifah, sehingga secara fungsional keberadaannya menjadi pemeran utama terwujudnya tatanan dunia yang rahmatan lil–‘alamin. Ditambahkan lagi bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang berwawasan semesta, berwawasan kehidupan yang utuh dan multi dimensional, yang meliputi wawasan tentang Tuhan, manusia dan alam secara integratif.
2.      Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam
Sebelum lebih jauh menjelaskan tujuan pendidikan Islam terlebih dahulu apa sebenarnya makna dari “tujuan” tersebut. Secara etimologi tujuan adalah “arah, maksud atau haluan.[6] Termminologinya tujuan berarti sesuatu diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai. Oleh H.M. Arifin menyebutkan, bahwa  tujuan proses pendidikan Islam adalah “idealitas” (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara bertahap.
Maka secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada: pertama tujuan umum adalah tujuan yag akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik pengajaran atau dengan cara lain. kedua, tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. ketiga, tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa hidupnya. Sementara keempat  tujuan oprasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertenru.
Sementara itu dalam Konferensi Internasional Pertama tentang Pendidikan Islam di Mekah pada tahun 1977 merumuskan tujuan pendidikan Islam sebagai berikut :
“Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional perasaan dan indera. Oleh karena itu pendidikan harus mencakup  pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya: spritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individu maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan untuk mencapai kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukkan yang sempurna kepada Allah baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia”.[7]
Konsep di atas sejalan dengan rumusan tujuan pendidikan Islam, yaitu  meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman anak tentang Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingganya dalam konteks ini pendidikan Islam haruslah senantiasa mengorientasikan diri kepada menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat kita sebagai konsekuensi logis dari perubahan.
Dapat pula katakan, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah kepribadian muslim, yaitu sesuatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Orang yang dalam kepribadian muslim dalam Al-qur’an disebut “Muttaqin” karena itu Pendidikan Islam berarti pula pembentukan manusia yang bertakwa, sebagaimana konsep pendidikan nasional yang dituangkan dalam tujuan pendidikan nasional yang akan membentuk manusia pancasila yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian jika dilakukan rekonstruksi, maka menurut Islam ilmu yang selayaknya dikuasai manusia merupakan perpaduan dari ilmu – ilmu yang diperoleh manusia melalui kawasan alam semesta dengan ilmu yang dikirim melalui wahyu yang dapat ditangkap oleh para nabi dan rasul. Dalam perspektif  pendidikan Islam yang menyiapkan manusia agar dapat melakukan perannya, baik sebagai khalifah maka  ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang sifatnya terpadu, dan inilah ciri khas pendidikan Islam.
Dilihat dari tujuan pendidikan di atas maka dengan sendirinya terimplisit fungsi pendidikan Islam. Dapat diartikan fungsi Pendidikan Islam adalah untuk menjaga keutuhan unsur–unsur individu anak didik  dengan mengoptimalkan potensinya dalam garis keridhaan Allah, serta mengoptimalkan perkembangannya untuk bertahan hidup terhadap aspek keterampilan setiap anak. Pendidikan Islam adalah pendidikan terbuka. Artinya Islam mengakui adanya perbedaan, akan tetapi perbedaannya yang hakiki ditentukan oleh amalnya. Oleh karena itu pendidikan Islam pada dasarnya terbuka, demokratis, dan universal. Keterbukaan tersebut ditandai dengan kelenturan untuk mengadopsi (menyerap) unsur–unsur positif dari luar, sesuai perkembangan dan kebutuhan masyarakatnya, dan tetap menjaga dasar–dasarnya yang original yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-hadits.
Singkatnya, pendidikan Islam secara ideal berfungsi membina dan menyiapkan anak-anak dalam keluarga termasuk anak didik yang berilmu, berteknologi, berketerampilan tinggi dan sekaligus beriman dan beramal saleh. Oleh karena itu penjabaran materi pendidikan Islam  tidak hanya berkisar pada hal–hal yang berkaitan dengan masalah–masalah ubudiyah yang khas  (khusus) seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain–lain, akan tetapi ubudiyah yang lebih umum dan luas, yaitu pengembangan ilmu sosial sehingga anak dapat berinteraksi dengan lingkungannya secara baik maupun pengembangan pengetahuan dan teknologi yang sangat bermanfaat dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan.
Dengan demikian pendidikan menyandang misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup serta perubahan-perubahan yang terjadi.
C.    Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Reformasi
Sejalan dengan adanya berbagai perbaikan politik tersebut di atas, telah menimbulkan
keadaan pendidikan islam era reformasi  keadaannya jauh lebih baik dari keadaan pemerintah era Orde Baru. Karena dibentuknya kebijakan-kebijakan pendidikan islam era reformasi, kebijakan itu antara lain:

Pertama
, kebijakan tentang pemantapan pendidikan islam sebagai bagian dari System pendidikan nasional. Upaya ini dilakukan melalui penyempurnaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional.Jika pada Undang-Undang No 2 Tahun 1989 hanya menyebutkan madrasah saja yang masuk dalam system pendidikan nasional, maka pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 manyebutkan pesantren, ma’had Ali, Roudhotul Athfal (Taman Kank-Kanak) dan Majlis Ta’lim termasuk dalam system pendidikan nasional.[8] Dengan masuknya pesantren, ma’had Ali, Roudhotul Athfal (Taman Kank-Kanak) dan Majlis Ta’lim ke dalam system pendidikan nasional ini, maka selain eksistensi dan fungsi pendidikan islam semakin diakui, juga menghilangkan kesan dikotomi dan diskriminasi. Sejalan dengan itu, maka berbagai perundang-undangan dan peraturan tentang standar nasional pendidikan tentang srtifikasi Guru dan Dosen, bukan hanya mengatur tentang Standar Pendidikan, Sertifikasi Guru dan Dosen yang berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional saja, melainkan juga tentang Standar Pendidikan, Sertifikasi Guru dan Dosen yang berada di bawah Kementerian Agama.
Kedua, kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan. Kebijakan ini misalnya terlihat pada ditetapkannya anggaran pendidikan islam 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang di dalamnya termasuk gaji Guru dan Dosen, biaya operasional pendidikan, pemberian beasisiwa bagi siswa kurang mampu, pengadaan buku gratis, infrastruktur, sarana prasarana, media pembelajaran, peningkatan sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional. Dengan adanya anggaran pendidikan yang cukup besar ini, pendidikan saat ini mengalami pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan yang signifikan dibandingkan dengan keadaan pendidikan sebelumnya, termasuk keadaan pendiidkan islam.
Ketiga, program wajib belajar 9 tahun, yaitu setiap anak Indonesia wajib memilki pendidikan minimal sampai 9 tahun. Program wajib belajar ini bukan hanya berlaku bagi anak-anak yang berlaku bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementeria Pendidikan Nasional, melainkan juga bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Agama.
Keempat, penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Nasional (SBN), Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yaitu pendidikan yang seluruh komponen pendidikannya menggunakan standar nasional dan internasional. Dalam hal ini, pemerintah telah menetapkan, bagi sekolah yang akan ditetapkan menjadi SBI harus terlebih dahulu mencapai sekolah bertaraf SBN. Sekolah yang bertaraf nasional dan internasional ini bukan hanya terdapat pada sekolah yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, melainkan juga pada sekolah yamg bernaung di bawah Kementerian Agama.
Kelima, kebijakn sertifikasi bagi semua Guru dan Dosen baik Negeri maupun Swasta, baik umum maupun Guru agama, baik Guru yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Nasional maupun Guru yang berada di bawah Kementerian Pendidikan Agama. Program ini terkait erat dengan peningkatan mutu tenaga Guru dan Dosen sebagai tenaga pengajar yang profesional. Pemerintah sangat mendukung adanya program sertifikasi tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2005 tentang sertifikasi Guru dan Dosen, -juga mengalokasikan anggaran biayanya  sebesar 20% dari APBN. Melalui program sertifikasi tersebut, maka kompetensi akademik, kompetensi pedagogik (teaching skill), kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial para Guru dan Dosen ditingkatkan.
Keenam, pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP/tahun 2006). Melalui kurikulum ini para peserta didik tidak hanya dituntut menguasai mata pelajaran (subject matter)`sebagaimana yang ditekankan pada kurikulum 1995,[9] melainkan juga dituntut memilki pengalaman proses mendapatkan pengetahuan tersebut, seperti membaca buku, memahami, menyimpulkan, mengumpulkan data, mendiskusikan, memecahkan masalah dan menganalisis. Dengan cara demikian para peserta didik diharapkan akan memiliki rasa percaya diri, kemampuan mengemukakan pendapat, kritis, inovatif, kreatif dan mandiri. Peserta didik yang yang demikian itulah yang diharapkan akan dapat menjawab tantangan era globalisasi, serta dapat merebut berbagai peluang yang terdapat di masyarakat.
Ketujuh, pengembangan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya terpusat pada Guru (teacher centris) melalui kegiatan teachimg, melainkan juga berpusat pada murid (student centris) melalui kegiatan learnig (belajar) dan research (meneliti) dalam suasana yang partisipatif, inovatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan pendekatan ini metode yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar bukan hanya ceramah, seperti diskusi, seminar, pemecahan masalah, penugasan dan penemuan. Pendekatan proses belajar mengajar ini juga harus didasarkan pada asas demokratis, humanis dan adil, dengan cara menjadikan peserta didik bukan hanya menjadi objek pendidikan melainkan  juga sebagai subjek pendidikan yang berhak mengajukan saran dan masukan tentang pendekatan dan metode pendidikan.[10]
Kedelapan, penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang naik dan memuaskan (to give good service and satisfaction for all customers). Dengan pandangan bahwa pendidikan adalah sebuah komoditas yang diperdagangkan, agar komoditas tersebut menarik minat, maka komoditas tersebut harus diproduksi dengan kualitas yang unggul. Untuk itu seluruh komponen pendidikan harus dilakukan standarisasi. Standar tersebut harus dikerjakan oleh sumber daya manusia yang unggul, dilakukan perbaikan terus menerus, dan dilakukan pengembangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Berkaitan dengan ini, maka di zaman reformasi ini telah lahir Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi :
1.    Standar Isi (kurikulum)
2.    Standar Mutu Pendidikan
3.    Standar Proses Pendidikan
4.    Standar Pendidik dan tenaga kependidikan
5.    Standar Pengelolaan
6.    Standar Pembiayaan
7.    Standar Penilaian.[11]
Kesembilan, kebijakan mengubah sifat madrasah menjadi sekolah umum yang berciri khas keagamaan. Dengan ciri ini, maka madrasah menjadi sekolah umum plus. Karena di madrasah (Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah) ini, selain para siswa memperoleh pelajaran umum yang terdapat pada sekolah umu seperti SD, SMP, dan SMU. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka tidaklah mustahil jika suatu saat madrasah akan menjadi pilihan utama masyarakat.
Seiring dengan lahirnya berbagai kebijakan pemerintah tentang pendidikan nasional telah disambut positif dan penuh optimisme oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama para pengelola pendidikan. Berbagai inovasi dan kreatifitas dalam mengembangkan komponen-komponen pendidikan  telah bangyak bermunculan di lembaga pendidikan. Melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah memberi peluang bagi masyarakat yang kurang mampu untuk menyekolahkan putra putrinya. Melalui program sertifikasi Guru dan Dosen telah menimbulkan perhatian kepada para Guru dan Dosen untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Melalui program Kuirkulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah melahirkan suasana akademik dan dan proses belajar mengajar yang lebih kreatif, inovatif dan mandiri. Demikian juga dengan adanya Standar Nasional Pendidikan telah timbul kesadaran gagi kalangan para pengelola pendidikan untuk melakukan akreditasi terhadap program  studi yang dilaksanakan.
kesimpulan
D.   Penutup
Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut diatas, maka dapat di kemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut.
Pertama, pemerintah di era reformasi lahir sebagai koreksi, perbaiakan, dan penyempurnaan atas berbagai kelemahan kebijakan pemerintah Orde Baru yang dilakukan secarah menyeluruh, yang meluputi bidang politik, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Berbagai kebijakan tersebut diarahkan pada sifat yang lebih demokratis, adil, transparan, akuntabel, bertanggung jawab dan  fairness dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, tertib, aman, dan sejahterah.
Kedua, Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional perasaan dan indera. Dengan demikian pendidikan menyandang misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup serta perubahan-perubahan yang terjadi, dan pemerintahan di era reformasi teleh melehirkan sejumlah kebijakan strategis dalam bidang pendidikan yang pengaruhnya langsung dapat dirasakan masyarakat.yaitu, kebijakan tentang pembaruan Undang-undang sistem pendidikan nasional dari Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 peningkatan jumlah anggaran pendidikan yang amat signifikan, yakni dari yang semula hanya 5% menjadi 20% dari total anggaran APBN, perubahan kurikulum dari subjek matter ke arah pengembangan para kompetensi para lulusan, peningkatan mutu pendidikan melalui program sertifikasi, perubahan paradigma strategi, pendekatan dan metode pembelajaran ke arah yang lebih terpusat pada peserta didik (studen center).
Ketiga, barbagai kebijakan pemerintahan era roformasi dalam bidang pendidikan tersebut berlaku bukan hanya bagi sekolah umum yang bernaung di bawah kementrian pendidkan nasional saja, melainkan juga berlakau bagi madrasah dan perguruan tinggi agama yang bernaung di bawah kementrian agama.dengan demikian kesan dikotomis antar pendidikan agama dan pendidikan umum, dan kesan perlakuan diskriminasi pemerintah terhadap pendidikan agama sudah tidak tampak lagi.